Deideologisasi dan Deferensiasi Politik
Aktifitas politik ulama dapat dilihat dalam berbagai fase, dimulai ketika dahulu mereka memimpin rakyatnya untuk melakukan perlawanan terhadap penjajahan, terlibat dalam upaya membangun sebuah negara yang memiliki kaitan formal dengan Islam dan atau Negara berdasarkan Islam, mempengaruhi keputusan politik. Serta ikut berkampanye dan menjadi calon legislatif. Yang menarik dicermati ketika melihat realitas politk saat ini, tampak adanya pergeseran peran politik ulama baik dalam perspektif hubungan Islam terhadap Negara amupun dalam pengertian bentuk dan cara mengartikulasikan kepentingan umat. Bahkan afiliasi politik ulama ataupun parpol Islam belakangan ini menunjukkan fenomena menarik terkait komunikasi dan koalisi politik lintas parpol cenderung tidak lagi dihambat oleh sekat-sekat ideologis. Ulama dan segenap kekuatan politik Islam tampak telah ter-deferensiasi dalam berbagai bentuk motivasi dan kepentingan yang terbagi, sehingga kekuatan formal Parpol Islam tidak lagi memiliki ‘bargainning position” yang kuat..
Hal ini dapat tergambar dari hasil Pemilu Legislatif 2004-2019 dimana partai politik Islam tidak mampu memperoleh suaran signifikan untuk masuk dalam tiga kekuatan besar. Apakah realitas tersebut merupakan penjelasan atas fakta sejarah perseteruan, minimal dalam tataran konsep dan ide, bahwa dikotomi Islam dan Nasionalisme sudah tidak ada lagi di Indonesia? Tiga kekuatan politik nasionalis yang bertengger di papan atas, seperti PDIP, Golkar, Gerindra dan lainnya benar-benar telah menggambarkan peta aspirasi politik rakyat Indonesia dimana umat Islam merupakan “voter’ terbesar?
Perspektif Masa Depan
Jika politik dimaknai sebagai sarana untuk mencapai tujuan dalam konteks perjuangan luhur untuk perbaikan dan kesejahteraan rakyat Indonesia seperti yang selalu disampaikan oleh para kandidat Capres/cawapres Pilpres 14 Februari 2024 mendatang, maka segala bentuk deferensiasi aspirasi politik tanpa harus mengkedepankan labelisasi dan idelogi partai politik, maka hal tersebut bisa dipahami.
Pertanyaan yang kemdian muncul adalah : Bagaimana peran ulama yang mungkin akan dimainkan pada masa depan, setidaknya untuk lima atau sepuluh tahun mendatang? Apakah ulama atau kyai hanya akan menjadi “penyedia” sumber daya manusia massa pemilih dengan berbagai motivasi dan kepentingannya, kemudian pasif ataupun relatif aktif dikunjungi oleh calon-calon penguasa ketika menjelang pemilu?
Untuk menjawab secara pasti, bukanlah pekerjaan mudah. Disamping ilmu sosial, apalagi ilmu politik, kurang dibekali piranti-piranti ilmu untuk memprediksi perilaku politik kelompok atau aktor politik, yang tidak kalah pentingnya, gejala sosial politik yang mungkin akan muncul sebagai dasar atau pijakan memprediksi seringkali tidak konsisten.
Namun, sejauh yang bisa ditangkap dari kecenderungan besar saat ini, yaitu adanya gejala politik akomodasi dan representasi yang dilakukan umat. Parpol-parpol Islam atau setidaknya berbaju Islam hanya mampu secara akumulatif meraup kurang lebih 20% suara. Kalkulasi politik paling tidak menggambarkan terdapat kurang lebih 65% suara umat Islam berada pada partai politik berbasis nasionalis lainnya. Perilaku dan peta politik tersebut menggambarkan bahwa Isu-isu bersifat ideologis dan labelisasi agama tidak lagi menggetarkan hati umat. Hal ini bisa dipahami bahwa isu besar yang menjadi hajat hidup dan kepentingan pragmatsme ekonomi berupa kesejahteraan juga menjadi isu penting dalam semangat perjuangan pribadi rakyat / umat.
Jika mencermati kecenderungan tersebut diatas, penulis berpendapat bahwa peran politik Islam dan ulama di masa mendatang paling tidak mencakup pula tiga langkah strategi besar yaitu : (1) Revitaslisasi peran ekonomi umat melalui lembaga-lembaga ekonomi Islam, (2) Sosialisasi dan reaktulisasi sistem ekonomi Islam yang berkeadilan, (3) Peran aktif ulama dalam mengawal sekaligus mengkritisi moral penguasa dan bangsa. Dengan demikian rakyat akan memahami secara holistik bahwa Islam tidak hanya bersifat simbolik dan politis, namun merupakan ‘Rahmatan Lil Alamain”. *