Ketika Korupsi Menggulingkan Pemerintah: Pelajaran Bulgaria untuk Indonesia

Global, PilarSultra.com — Menurut laporan Reuters (12/12), Pemerintahan Bulgaria resmi mengundurkan diri hanya dalam hitungan bulan setelah menjabat. Perdana Menteri Rosen Zhelyazkov menyatakan pengunduran diri kabinetnya di tengah gelombang protes publik yang menolak kebijakan ekonomi dan kegagalan pemberantasan korupsi.

Langkah itu diumumkan melalui siaran televisi nasional, beberapa menit sebelum parlemen menggelar pemungutan suara atas mosi tidak percaya.

Gelombang protes berlangsung di Ibu Kota Sofia dan puluhan kota lain. Mayoritas demonstran adalah kelompok profesional muda yang mendesak reformasi serta menuntut keseriusan pemerintah memberantas korupsi.

Situasi memuncak ketika pemerintah menarik kembali rancangan anggaran 2026 anggaran pertama yang disusun memakai mata uang euro setelah menuai penolakan publik.

“Kami memahami bahwa protes ini menolak arogansi dan kesombongan, ni bukan protes sosial, tetapi protes tentang nilai.” kata Zhelyazkov, mengutip Reuters.

Bulgaria masih menjadi negara termiskin sekaligus salah satu yang paling rentan korupsi di Uni Eropa. Ketidakstabilan politik kerap berulang; dalam empat tahun terakhir, negara itu sudah tujuh kali menggelar pemilu nasional namun belum kunjung menghasilkan dukungan politik yang solid.

“Kekuasaan berasal dari rakyat. Kami mendengar suara warga. Tuntutan mereka adalah agar pemerintah mundur, dan itulah situasi saat ini. Energi publik ini harus kita dukung dan dorong,” ujar Zhelazkov

Siapa Pegang Kendali Pemerintahan?

Presiden Rumen Radev kini memulai prosedur konstitusional untuk mencari pemerintahan baru:

Situasi ini memperlihatkan betapa rapuhnya koalisi politik Bulgaria dalam membangun stabilitas pemerintahan.

Pelajaran bagi Indonesia: Stabilitas Politik Tidak Datang Sendiri

Kondisi Bulgaria memberikan cermin penting bagi Indonesia—khususnya dalam menghadapi dinamika politik, kebijakan publik, dan isu korupsi. Ada tiga pelajaran besar yang relevan:

1. Krisis Kepercayaan Publik Bisa Tumbuh dari Kebijakan Ekonomi yang Tidak Komunikatif

Protes di Bulgaria dipicu rencana kenaikan iuran jaminan sosial dan pajak dividen.
Kebijakan tersebut sebenarnya dirancang untuk menutup belanja negara, namun kurangnya komunikasi dan penjelasan kepada publik membuat kebijakan itu ditolak mentah-mentah.

Pelajaran bagi Indonesia:

2. Korupsi Akan Menjadi Pemicu Instabilitas, Bukan Sekadar Masalah Moral

Bulgaria berulang kali gagal membangun stabilitas politik karena masyarakat menilai pemerintah tidak serius memberantas korupsi. Protes muncul bukan hanya soal ekonomi, tetapi soal nilai dan integritas.

Pelajaran bagi Indonesia:

3. Koalisi Politik Tanpa Fondasi Kuat Berpotensi Menjadi Sumber Krisis

Bulgaria mengganti pemerintahan berkali-kali karena koalisi rapuh, tidak memiliki visi yang sama, serta mudah pecah di tengah tekanan.

Pelajaran untuk Indonesia:

Demokrasi Membutuhkan Keseimbangan antara Aspirasi Publik dan Ketegasan Kebijakan

Bulgaria memperlihatkan bagaimana negara demokratis bisa terjebak dalam siklus instabilitas jika korupsi dibiarkan, komunikasi publik lemah, dan koalisi pemerintahan tidak solid.

Indonesia relatif lebih stabil, namun tetap perlu belajar dari krisis di Eropa Timur tersebut.

Pada akhirnya, kepercayaan publik adalah modal politik terbesar. Begitu modal itu hilang, bahkan pemerintahan yang baru berusia beberapa bulan pun bisa ambruk. (bar)

Exit mobile version