PILARSULTRA.COM — Tahun Anggaran 2025 menjadi momentum penting bagi Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam mengimplementasikan visi pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) yang baru. Dengan total anggaran mencapai Rp 5,59 triliun, postur APBD Sultra tahun ini memberi sinyal kuat tentang arah prioritas pembangunan: infrastruktur, pelayanan dasar, dan penguatan reformasi birokrasi.
Namun demikian, di balik angka-angka besar yang tercantum dalam dokumen anggaran, tersimpan tantangan nyata dalam realisasi dan efektivitas pelaksanaannya.
Pendapatan daerah diproyeksikan sebesar Rp 5,13 triliun, didominasi oleh transfer dari pemerintah pusat, sementara Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih berada di kisaran Rp 1,2 triliun. Fakta ini mengungkapkan satu kenyataan mendasar: kemandirian fiskal Sultra masih tergolong lemah. Ketergantungan terhadap dana pusat menunjukkan bahwa diversifikasi sumber pendapatan lokal masih menjadi pekerjaan rumah besar.
Belanja daerah yang mencapai Rp 5,59 triliun dialokasikan untuk berbagai kebutuhan, mulai dari operasional rutin hingga pembangunan strategis. Komposisi belanja yang masih didominasi oleh belanja pegawai dan operasional harus dipandang sebagai sinyal bahwa reformasi birokrasi belum sepenuhnya menyentuh akar efisiensi.
Kita patut mengapresiasi komitmen Pemprov Sultra dalam mendorong belanja modal yang mencapai lebih dari Rp 1 triliun untuk pembangunan infrastruktur. Proyek strategis seperti pembangunan jalan, jembatan penghubung daratan-kepulauan, dan peningkatan sarana pendidikan-kesehatan adalah langkah positif menuju transformasi wilayah.
Namun, seberapa cepat dan tepat sasaran belanja ini terealisasi, masih menjadi tanda tanya. Laporan per Juni 2025 menyebut bahwa serapan anggaran belum mencapai separuhnya. Ini mengindikasikan adanya tantangan dalam eksekusi program, baik karena kendala teknis maupun lemahnya koordinasi antar-OPD.
Selain itu, isu defisit yang disebut-sebut publik seharusnya tidak menjadi momok, selama dikelola secara transparan dan proporsional. Defisit anggaran Sultra tahun ini mencapai sekitar Rp 460 miliar, namun ditutupi oleh Silpa tahun sebelumnya. Artinya, belum terjadi krisis fiskal—namun kehati-hatian tetap diperlukan.
Penting bagi pemerintah daerah untuk terus mengedepankan prinsip value for money dalam setiap pembelanjaan. Bukan hanya habisnya anggaran yang penting, melainkan hasil dari belanja itu bagi masyarakat Sultra: jalan yang mulus, pelayanan publik yang cepat, sekolah dan puskesmas yang layak.
Kita juga mencatat bahwa penambahan pegawai dari formasi PPPK dan CPNS tahun ini harus menjadi penguat, bukan beban. Mereka adalah aset baru yang harus dimobilisasi untuk mempercepat program dan meningkatkan layanan.
Menutup catatan ini, kita ingin menegaskan: APBD bukan hanya soal angka. Ia adalah cermin dari visi, niat baik, dan kapasitas pemerintah daerah dalam mengelola amanah rakyat. Postur APBD Sultra 2025 menyimpan potensi besar. Namun tanpa ketegasan arah, keberanian eksekusi, dan transparansi pengelolaan, potensi itu bisa menjadi sekadar janji kosong.
Semoga pemerintah tidak terlena pada seremoni perencanaan, tetapi benar-benar berlari kencang dalam realisasi. Sebab rakyat menunggu hasil, bukan sekadar laporan.