Jakarta, PilarSultra.com — Aliansi Pemuda dan Pelajar (AP2) Indonesia menyampaikan sikap resmi terkait dugaan aktivitas penambangan yang dilakukan PT Amindo di Kabupaten Buton Tengah, Provinsi Sulawesi Tenggara, yang diduga berlangsung di dalam kawasan hutan tanpa dilengkapi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) sebagaimana diwajibkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sikap tersebut disampaikan melalui rilis tertulis yang diterima redaksi, sebagai respons atas temuan penelusuran dan identifikasi Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH). Dalam rilis itu, AP2 Indonesia menyebutkan bahwa luasan kawasan hutan yang telah dibuka dan dimanfaatkan untuk kegiatan pertambangan oleh PT Amindo mencapai lebih dari 200 hektare.
AP2 Indonesia menilai temuan tersebut sebagai indikasi kuat adanya pelanggaran serius terhadap rezim hukum kehutanan serta prinsip tata kelola pertambangan yang berkelanjutan.
Ketua Umum DPP AP2 Indonesia, Fardin Nage, menegaskan bahwa pembukaan kawasan hutan dalam skala ratusan hektare tanpa IPPKH tidak dapat dipandang sebagai pelanggaran administratif semata.
“Hasil penelusuran Satgas PKH yang menunjukkan pembukaan kawasan hutan lebih dari 200 hektare tanpa IPPKH merupakan indikasi kejahatan lingkungan yang terstruktur dan sistematis. Aktivitas sebesar ini mustahil berlangsung tanpa adanya aktor yang mengendalikan dan melindungi jalannya operasi,” tegas Fardin Nage dalam rilis tersebut.
Dalam pernyataannya, AP2 Indonesia juga menyampaikan dugaan adanya keterlibatan pihak-pihak yang memiliki pengaruh politik dalam keberlangsungan aktivitas penambangan PT Amindo di kawasan hutan Kabupaten Buton Tengah. AP2 Indonesia menyebut inisial DW, yang diketahui menjabat sebagai Ketua DPD Partai Golkar Sulawesi Tenggara, sebagai pihak yang patut dimintai klarifikasi oleh aparat penegak hukum.
Namun demikian, AP2 Indonesia menekankan bahwa dugaan tersebut perlu diuji dan diklarifikasi melalui mekanisme hukum yang berlaku.
Fardin Nage juga menyoroti aspek administrasi pertambangan yang dinilai masih membuka ruang bagi keberlanjutan aktivitas PT Amindo.
“Selama negara masih memberikan ruang melalui persetujuan RKAB, maka praktik pelanggaran akan terus berulang. Karena itu, langkah korektif harus dilakukan tidak hanya melalui penegakan hukum pidana, tetapi juga melalui sanksi administratif yang tegas,” ujarnya.
Atas dasar tersebut, AP2 Indonesia mendesak (1) Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat, termasuk inisial DW, guna mengungkap secara menyeluruh dugaan penambangan kawasan hutan oleh PT Amindo, (2) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI untuk mencabut persetujuan RKAB PT Amindo Tahun 2025 dan (3) Kementerian ESDM RI agar tidak menerbitkan persetujuan RKAB PT Amindo Tahun 2026 sampai seluruh persoalan hukum, kawasan, dan lingkungan diselesaikan secara tuntas dan berkekuatan hukum tetap.
AP2 Indonesia menegaskan bahwa penertiban kawasan hutan dan penegakan hukum dalam kasus ini merupakan ujian nyata komitmen negara dalam melawan kejahatan lingkungan serta potensi intervensi kepentingan politik dalam sektor pertambangan.
“Negara tidak boleh tunduk pada kekuasaan dan oligarki tambang. Hukum harus ditegakkan demi keadilan ekologis dan masa depan lingkungan,” tutup Fardin Nage.
Hingga berita ini diturunkan, redaksi masih berupaya menghubungi pihak DPD Partai Golkar Sulawesi Tenggara, pihak DW, serta manajemen PT Amindo untuk memperoleh klarifikasi dan hak jawab. (red)











