Editorial PilarSultra.com — Pemangkasan anggaran Transfer ke Daerah (TKD) dalam rancangan APBN 2026 menjadi ujian nyata bagi daerah, termasuk bagi kepemimpinan Gubernur Andi Sumangerukka (ASR) dan Wakil Gubernur Hugua. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, total alokasi TKD nasional menurun dari sekitar Rp880 triliun pada 2025 menjadi Rp693 triliun pada 2026, atau turun sekitar 21 persen.
Bagi Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), yang sekitar 60 hingga 80 persen struktur APBD-nya bersumber dari TKD, kondisi ini membawa konsekuensi besar. Dengan asumsi rasional, jika pemangkasan berlaku proporsional, maka TKD Sultra diperkirakan turun sekitar Rp2,5 triliun, dari Rp12,1 triliun pada 2025 menjadi sekitar Rp9,5 triliun pada 2026.
Tekanan fiskal ini menjadi tantangan pertama bagi duet ASR–Hugua dalam menjaga stabilitas dan keberlanjutan pembangunan daerah. Sejak awal kepemimpinan, keduanya telah menetapkan arah pembangunan Sultra melalui berbagai program prioritas: percepatan infrastruktur dasar, reformasi birokrasi, pemerataan ekonomi pesisir dan daratan, penguatan UMKM, serta pengembangan energi terbarukan. Semua program itu membutuhkan dukungan fiskal yang kuat dan berkelanjutan.
Namun realitas APBN 2026 memaksa setiap pemerintah daerah untuk beradaptasi dengan ruang fiskal yang makin sempit. Bukan hanya menyesuaikan angka, tetapi menguji sejauh mana visi “Sultra Maju dan Sejahtera” mampu berdiri di atas pondasi efisiensi dan kreativitas.
Pemerintah Provinsi Sultra perlu menyusun strategi adaptif: memperkuat PAD melalui inovasi pajak dan retribusi, membuka peluang investasi berbasis daerah, serta mengoptimalkan skema kerja sama publik-swasta (public-private partnership). Di saat yang sama, program yang bersifat seremonial atau jangka pendek harus dievaluasi, agar anggaran difokuskan pada sektor-sektor yang benar-benar berdampak langsung bagi rakyat.
Kebijakan efisiensi dari pusat seharusnya diimbangi dengan ruang fleksibilitas fiskal bagi daerah. Desentralisasi sejati bukan berarti lepas tangan, tetapi memberi ruang bagi daerah untuk membangun dengan cara yang sesuai dengan karakteristik wilayahnya.
Pemangkasan TKD 2026 dengan demikian bukan hanya soal penurunan alokasi, tetapi uji daya tahan ekonomi dan kepemimpinan ASR–Hugua. Di tengah keterbatasan fiskal, Sultra dituntut tidak sekadar bertahan, melainkan menemukan cara baru untuk tumbuh.
INFOBOX: Data dan Fakta TKD Sulawesi Tenggara
| Tahun | TKD (Triliun Rupiah) | Keterangan |
|---|---|---|
| 2025 | Rp 12,1 Triliun | Realisasi gabungan DAU, DAK, DBH, dan Dana Desa |
| 2026 (estimasi) | Rp 9,5 Triliun | Setelah penyesuaian efisiensi 21% dari APBN pusat |
| Penurunan | Rp 2,6 Triliun | Setara dengan ±21,25% |
Porsi TKD terhadap APBD Sultra: 60–80%
Sektor paling terdampak: Infrastruktur, pendidikan, dan belanja pegawai (ASN dan PPPK)
Kutipan relevan: “Kalau daerah minta semuanya ditanggung pusat, itu normal. Tapi sekarang kita butuh daerah yang lebih efisien.” — Purbaya Yudhi Sadewa, Menteri Keuangan, 2025.
📊 Sumber Data: DJPK Kemenkeu, Analisis PilarSultra.com












