PILARSULTRA.COM, Kendari — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) memanggil Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Sultra untuk memberikan klarifikasi terkait polemik maskot Seleksi Tilawatil Qur’an dan Hadis (STQH) Nasional ke-28 di Kendari. Pemanggilan tersebut tertuang dalam surat resmi Ketua DPRD Sultra, La Ode Tariala, S.Pd, Nomor B/194/400.4.4/X/2025 tertanggal 7 Oktober 2025.
Rapat Dengar Pendapat (RDP)berlangsung pada Rabu (8/10/2025) pukul 10.00 WITA kemudian dilanjutkan siang di Ruang Rapat Toronipa, Gedung B Sekretariat DPRD Sultra.
Selain Kemenag, DPRD juga mengundang Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Setda Provinsi Sultra. Surat undangan tersebut menegaskan bahwa kehadiran pihak terkait tidak boleh diwakilkan, dengan tiga agenda utama: membahas keresahan masyarakat atas maskot STQH, meminta laporan persiapan penyelenggaraan STQH, serta membahas hal-hal penting lainnya menjelang pembukaan kegiatan nasional tersebut.

Dalam rapat tersebut, Kepala Kanwil Kemenag Sultra, Muhammad Saleh, memberikan klarifikasi tegas bahwa gambar yang sempat viral di masyarakat bukanlah ilustrasi Al-Qur’an, melainkan gambar dari buku ensiklopedia yang digunakan untuk melambangkan cabang lomba karya tulis ilmiah Al-Qur’an dan Hadis.
“Kami menyampaikan permohonan maaf atas kelalaian yang timbul. Saya tegaskan, saya tidak berada di Sultra ketika maskot tersebut dibuat,” ujar Saleh di hadapan anggota Komisi IV DPRD Sultra.
Ia menambahkan, desain asli yang diajukan panitia sangat berbeda dengan versi yang viral di publik. Menurutnya, versi yang menimbulkan polemik merupakan hasil modifikasi dari Event Organizer (EO) tanpa koordinasi matang dengan Kemenag.
Sebagai langkah penyelesaian, pihak Kemenag telah berkoordinasi dengan Sekretaris Daerah Sultra dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag RI untuk menarik maskot tersebut dari penggunaan resmi.
“Kami sepakat menarik maskot itu untuk mencegah polemik berlarut,” tegasnya.
Meski klarifikasi Kemenag Sultra telah disampaikan, publik masih menunggu kejelasan lebih lanjut mengenai proses pengawasan desain oleh panitia daerah dan pihak EO itu sendiri. Polemik ini menjadi pengingat pentingnya koordinasi lintas pihak dalam penyelenggaraan event keagamaan berskala nasional agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di tengah masyarakat. (pan)












