Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Sulawesi Tenggara pada September 2025 mencapai 3,68 persen, melonjak dibandingkan periode yang sama tahun 2024 yang hanya 1,06 persen. Lonjakan ini menempatkan Sultra di atas rata-rata nasional, sekaligus memunculkan sorotan publik terhadap kinerja Gubernur Andi Sumangerukka (ASR) dalam menjaga stabilitas ekonomi daerah.
PILARSULTRA.COM, Kendari — Tingkat inflasi menjadi indikator penting dalam menilai stabilitas ekonomi suatu daerah. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan adanya perubahan signifikan pada posisi inflasi Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dalam kurun waktu setahun terakhir, terutama jika dibandingkan dengan rata-rata nasional. Perubahan ini menjadi salah satu cermin kinerja pemerintahan Gubernur Andi Sumangerukka (ASR) dalam mengendalikan biaya hidup masyarakat.
Inflasi Sultra 2024: Lebih Baik dari Nasional
Pada September 2024, Sultra mencatat inflasi year on year (yoy) sebesar 1,06 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) 106,12. Angka ini lebih rendah dibanding inflasi nasional yang mencapai 1,84 persen. Artinya, Sultra saat itu berada dalam posisi relatif aman, dengan tekanan harga yang lebih terkendali dibanding banyak provinsi lain. Bahkan secara bulanan (m-to-m), Sultra mengalami deflasi 0,20 persen, memperlihatkan stabilitas harga yang terjaga.
Inflasi Sultra 2025: Melonjak dan Lampaui Nasional
Namun kondisi berbeda terjadi setahun kemudian. Pada September 2025, inflasi yoy Sultra melonjak menjadi 3,68 persen dengan IHK 110,03. Angka ini jauh lebih tinggi dibanding rata-rata nasional yang tercatat 2,65 persen dengan IHK 108,74.
Dari sisi wilayah, inflasi tertinggi di Sultra terjadi di Kota Baubau sebesar 4,84 persen, sedangkan yang terendah di Kota Kendari 2,99 persen. Secara year to date (ytd), Sultra mencatat inflasi 3,26 persen, lebih tinggi dibanding nasional 1,82 persen.
Sumber tekanan harga terutama datang dari kelompok makanan, minuman & tembakau (7,55%), perawatan pribadi & jasa lainnya (7,80%), serta pendidikan (4,28%). Sementara itu, kelompok pakaian dan komunikasi mengalami deflasi.
Menariknya, secara bulanan (m-to-m) Sultra justru mencatat deflasi 0,26 persen, berlawanan dengan nasional yang mengalami inflasi 0,21 persen. Hal ini menunjukkan adanya intervensi jangka pendek di pasar, meski belum cukup menahan tren tahunan.
Pergeseran Posisi: Dari Lebih Baik Menjadi Lebih Buruk
Perbandingan data 2024 dan 2025 menunjukkan perubahan posisi Sultra terhadap rata-rata nasional:
- September 2024 → Inflasi Sultra lebih rendah (1,06% vs 1,84%).
- September 2025 → Inflasi Sultra lebih tinggi (3,68% vs 2,65%).
Dengan kata lain, dalam satu tahun, Sultra berbalik arah dari “lebih baik dari nasional” menjadi “lebih buruk dari nasional”.
Implikasi bagi Kinerja Gubernur ASR
Lonjakan inflasi ini menimbulkan beberapa implikasi penting terhadap kinerja Gubernur ASR:
- Beban Hidup Masyarakat Meningkat
Kenaikan IHK dari 106,12 menjadi 110,03 berarti biaya hidup di Sultra naik lebih cepat dibanding rata-rata nasional. - Distribusi dan Pangan Jadi Titik Lemah
Inflasi pangan yang tinggi menunjukkan persoalan klasik distribusi dan ketergantungan pada pasokan luar daerah. - Kebijakan Jangka Pendek vs Jangka Panjang
Deflasi bulanan 2025 membuktikan bahwa intervensi sesaat (pasar murah, operasi pasar) cukup efektif, namun belum menjawab persoalan struktural inflasi tahunan. - Persepsi Publik
Perubahan drastis dari posisi “lebih baik” menjadi “lebih buruk” dibanding nasional dapat memengaruhi penilaian masyarakat terhadap efektivitas kepemimpinan ASR di bidang ekonomi.
Data inflasi menunjukkan bahwa Sultra pada 2025 menghadapi tekanan harga lebih besar dibanding tahun sebelumnya maupun rata-rata nasional. Meski terdapat catatan positif berupa deflasi bulanan, secara tahunan kondisi ini menandakan tantangan serius bagi Pemerintah Provinsi.
Gubernur ASR perlu menjadikan kenaikan inflasi ini sebagai alarm untuk memperkuat ketahanan pangan lokal, memperbaiki distribusi antarwilayah, serta merancang kebijakan jangka menengah yang lebih sistematis. Tanpa langkah konkret, masyarakat akan terus menghadapi biaya hidup yang kian tinggi, dan kinerja pemerintah daerah akan semakin dipertanyakan. (pan)












