Oleh: La Ode Diada Nebansi – Wartawan Senior
Sejumlah tokoh dan tetua-tetua mantan pejabat era 80-an, 90-an, 2000-an mengaku kaget dengan ditahannya Haliem Hoentoro oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Sultra). Sejumlah pengusaha senior, terutama yang bergerak di bidang jasa konstruksi pun seperti tak yakin jika 9 tersangka yang kini ditahan dalam kasus tambang illegal di Kolaka itu, salah satu di antaranya adalah nama Haliem Hoentoro.
“Sepertinya ada yang error. Hati kecilku tidak yakin Pak Haliem berbuat sejahat yang dituduhkan. Kalau penahanan itu akibat kealpaan, mungkin yah,” kata Annas Ombi, tokoh dan pengusaha senior di Sultra.
Annas Ombi yang mantan Ketua Gapensi era Gubernur Sultra, La Ode Kaimoeddin lalu menceritakan gerak nasionalismenya bersama Haliem Hoentoro dan seluruh pengusaha jasa konstruksi saat Indonesia dilanda krisis moneter (Krismon) 1997-1998.
“Secara sukarela kami mengumpul emas di Sultra lalu diserahkan ke Jakarta. Pengumpulan emas itu semata-mata karena rasa nasionalisme. Bukan dasar kolusi untuk dapat proyek pemerintah. Kami tidak begitu. Tidak ada istilah fee proyek ketika itu. Pokoknya, pengusaha bekerja demi mutu dan kualitas. Kerja bagus akan tetap dipakai oleh pemerintah, sebaliknya, kerja buruk akan dikesampingkan walau mengumpulkan emas yang banyak,” kata Annas Ombi.
Cerita mantan Kepala Biro Pembangunan, Sultra, Lasjkar Koedoes soal kiprah dan jasa Haliem Hoentoro tak beda jauh dengan cerita Annas Ombi. Lasjkar bilang, pemerintah saat itu tak jarang punya gaweang yang tak tersedia anggaran. Misalnya, acara peringatan 17 Agustus, acara kedatangan pejabat-pejabat pusat seperti Menteri bahkan Presiden. Gubernur acap kali meminta bantuan pengusaha dan kebanyakan yang dimintai bantuan adalah Haliem Hoentoro.
Lihatlah acara kedatangan Presiden di Duria Asi tahun 1996 dimana Pemda Sultra terpaksa meminta bantuan para pengusaha lokal untuk menyiapkan segala perlengkapan dan Pembangunan sarana jalan menuju titik Lokasi. Nah, satu di antara pengusaha yang dimintai bantuan itu adalah Haliem Hoentoro. Terutama alat-alat berat yang diminta untuk dikerahkan di Lokasi.
Dan, memang, jika nasionalisme dan daerah ini amat sangat melekat di setiap insan pengusaha local Sultra, termasuk Haliem Hoentoro ketika itu.
Untuk contoh konkrit Pak Kajati, ketahuilah, bahwa jalan poros menuju tempat pembuangan akhir sampah (TPA) Puwatu saat ini adalah jasa Haliem Hoentoro. Ketika itu, TPA Punggolaka yang sekarang menjadi tempat bangunan Rusunawa Punggolaka tak memadai lagi untuk dijadikan tempat pembuangan sampah.
Disamping pemukiman akibat perkembangan penduduk sekamin mendekati TPA Punggolaka, Lokasi alternatif juga sesungguhnya masih tersedia banyak. Salah satunya adalah, Lokasi di TPA Puwatu saat ini yang bergunung-gunung dan Lembah. Persoalannya, jalan menuju ke sana sungguh sangat sulit dan anggaran Pemerintah Kota Kendari tak tersedia. Sehingga, dimintalah bantuan Direktur PT Dharma Mulia, Haliem Hoentoro untuk membuka jalan.
“Bantuan itu bukan berarti kolusi, nepotisme atau hitungan hitungan fee proyek. Tidak ada seperti itu. Saya tidak tahu, sejak kapan istilah fee proyek seperti yang ramai sekarang ini awal mula diucapkan. Dulu, di zaman saya Kepala Biro Pembangunan, di zaman saya Walikota Kendari, tidak ada janji janji atau pemberian fee fee seperti sekarang ini,” kata mantan Walikota Kendari, Lasjkar Koedoes.
Pengusaha yang kerja baik akan dipakai terus oleh pemerintah, sebaliknya, pengusaha yang kerja serampangan akan diblacklist. Itu dulu. Yang menjadi keutamaan pemerintah adalah mutu dan kualitas proyek.
“Saya juga kaget mendengar Pak Haliem ditahan. Saya kaget karena tidak begitu yakin. Mungkin kesalahan administrasi. Kan ada juga orang terpenjara karena kebaikannya. Tapi, kalau mau tanya Pak Haliem itu seperti apa, saya katakan bahwa Pak Haliem itu orang baik. Sory, saya katakana baik bukan karena saya diberi sesuatu, tidak. Tidak sama sekali. Pak Haliem itu, perusahaannya saja dia beri nama Dharma Mulia. Tahu ndak, memberi nama sesuatu terhadap apa yang menjadi tumpuan pengabdianmu, seperti nama anakmu, nama perusahaanmu, sesungguhnya itu adalah doa dan niat semoga anda melalui atau mendapatkan fakta seperti makna yang terkandung dalam nama yang anda berikan. Nah, Pak Haliem ingin ber-Dharma Mulia,” kata Lasjkar Koedoes.
Sebagai wartawan senior, saya pun merasakan itu. Merasakan peran-peran dan Sebagian kecil aktifitas Haliem Hoentoro. Saya berucap begini bukan karena angpao. Bukan. Secara obyektif, saya harus berkata seperti itu. Bahkan, saya telah menyiapkan satu lembar kertas HVS lalu membuat dua kolom. Kolom kebaikan Haliem Hoentoro dan kolom keburukan Haliem Hoentoro. Hasilnya, dari 10 item yang saya nilai, ternyata 9 kebaikan dan 1 keburukan. Satu keburukan Haliem Hoentoro ini pun sebenarnya, tidak penting-penting amat. Lalu, apa satu keburukan itu? Keburukannya dimata saya, Lokasi Rumah Haliem Hontoro yang luas di dekat MTQ dibiarkan masih seperti dulu. Mestinya, dibangunkan kedai kopi agar kita ngopi di tempat itu sambil menyaksikan keramaian aktifitas warga kota di seputaran MTQ. Ituji kekurangan Haliem Hoentoro di mata saya.
Pak Kajati? Karena itu, sekiranya acara hukum pidana membenarkan Jaksa Tinggi untuk tidak menghukum orang, maka bebaskanlah Haliem Hoentoro. Sekiranya Jaksa Tinggi dibenarkan untuk memberikan tangguhan penahanan, maka berilah ia penangguhan penahanan. Sekiranya jaksa tinggi dibenarkan untuk menuntut bebas, maka buktikanlah kepada Haliem Hoentoro.
Lho, begitu tinggi saya berpihak ke Haliem Honteoro? Apa ada iming-iming sesuatu? Ndak. Ndak ada. Tiiiidak sama sekali. Saya hanya tergoda pada ungkapan orang-orang yang saya temui. Rata-rata dari mereka yang mengetahui sepak terjang dan dedikasi Haliem Hoentoro mengatakan jiwa ke-Sultra-annya begitu tinggi. Lho kok? Ya. Dari orang-orang juga saya tahu. Ternyata, saya belum lahir, Haliem Hontoro sudah berada di Sultra. Sudah berapa lama? Ya, hitung saja usiaku sekarang ini, jika saya menjabat Kajati, masih bisa dimutasi di dua wilayah Kejati lalu promosi JAM Pidsus, lalu WAJA. Untuk ini, mungkin saya keliru. Tapi bahwa, dimana-mana daerah di Sultra ini, di 17 Kabupaten Kota, setiap mantan pejabat, setiap pengusaha senior, mereka kenal yang namanya Haliem Hoentoro. Ituji dasarnya hingga saya menuliskan kolom kebaikan dan keburukannya seperti yang saya jelaskan di atas.(nebansi@gmail.com)