“Tanpa media independen, pemerintah akan menjelaskan dirinya sendiri — dan tidak ada yang mengontrolnya.”
Transparansi bukan hanya tuntutan zaman, melainkan syarat mutlak demokrasi. Publik berhak tahu apa yang dikerjakan pemerintah, ke mana uang negara dibelanjakan, dan sejauh mana janji-janji politik diwujudkan. Namun keterbukaan informasi publik tidak akan berarti tanpa peran aktif media sebagai penghubung utama antara negara dan warga negara.
Dalam konteks demokratisasi, media adalah pengawas dan pengurai data publik agar bisa dipahami masyarakat. Ia memastikan informasi yang disampaikan pemerintah tidak hanya sekadar laporan, tetapi juga dapat dipertanggungjawabkan secara faktual. Melalui pemberitaan, analisis berimbang, dan kritik, media menjaga agar informasi publik tidak diselewengkan menjadi alat pencitraan semata.
Oleh karena itu pemerintah memerlukan media untuk menyampaikan programnya kepada masyarakat. Namun dalam waktu bersamaan, media perlu menjaga jarak agar tidak larut dalam euforia kekuasaan.
Sinergi di sini bukan berarti tunduk, melainkan membangun ruang komunikasi yang terbuka: pemerintah memberikan akses informasi, dan media mengolahnya menjadi pengetahuan publik yang mencerahkan sekaligus mencerdaskan.
Keterbukaan Informasi sebagai Hak Publik
Komisi Informasi Pusat menegaskan bahwa keterbukaan informasi publik adalah hak setiap warga negara. Hak ini hanya bisa efektif jika media berfungsi sebagai jembatan yang aktif. Bila media diam, publik menjadi buta; bila pemerintah menutup diri, media kehilangan sumber. Dalam situasi itulah potensi penyalahgunaan kekuasaan tumbuh subur.
Sinergitas media dan pemerintah yang dilandasi keterbukaan informasi publik akan menciptakan kepercayaan. Pemerintah yang terbuka akan lebih akuntabel, sementara media yang kritis akan lebih dipercaya. Ini adalah fondasi penting untuk membangun demokrasi yang sehat, partisipatif, dan berkelanjutan.
Dalam konteks lokal, sinergitas ini sangat penting diterapkan antara media dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara. Pemerintah provinsi perlu menjadikan media sebagai mitra strategis dalam membuka akses informasi publik, bukan sekadar saluran publikasi seremonial. Sebaliknya, media lokal harus hadir sebagai penyeimbang yang kritis namun konstruktif dan mengawal setiap kebijakan agar selaras dengan kebutuhan rakyat, sekaligus menjadi ruang aspirasi publik yang sehat. (*)
Penulis: Sabaruddin Hasan – Jurnalis