PILARSULTRA.COM – Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk mengibarkan bendera Merah Putih sepanjang bulan Agustus, dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan RI. Ajakan ini ditujukan sebagai simbol kebersamaan, cinta tanah air, dan penghormatan terhadap para pahlawan yang telah merebut kemerdekaan bangsa ini.
Namun tak disangka, di tengah gema kemerdekaan yang seharusnya menyatukan, justru muncul gelombang kecil di dunia maya yang menyuarakan penolakan atau setiadaknya mempersandingkan merah putih dengan bendera onepiece dalam pengibarannya. Beberapa bahkan secara terang-terangan mengganti simbol Merah Putih dengan bendera bajak laut dari serial One Piece, sebuah bentuk satir yang cukup menyakitkan, namun layak direnungi.
Apa yang Sebenarnya Terjadi?
Mengapa hal sederhana seperti mengibarkan Merah Putih justru dipermainkan? Jawabannya tidak sesederhana “tidak cinta negara”. Ada lapisan-lapisan kegelisahan di balik penolakan itu.
Pertama, satir terhadap institusi negara. Simbol Merah Putih, yang sejatinya adalah lambang pemersatu, oleh sebagian kalangan dianggap telah kehilangan makna ketika realitas sosial-politik dinilai tidak sejalan dengan nilai-nilai luhur bangsa. Ketika rakyat kecil merasa tidak didengar, maka sindiran menjadi bentuk ekspresi.
Kedua, apatisme generasi muda terhadap perayaan simbolik. Banyak yang menganggap perayaan kemerdekaan hanya menjadi rutinitas tahunan yang tidak menyentuh persoalan mendasar seperti kemiskinan, korupsi, atau keadilan hukum.
Ketiga, krisis identitas kebangsaan di tengah dominasi budaya global. Di era digital, generasi muda lebih mengenal tokoh anime dibanding tokoh nasional. Ini bukan soal mereka tidak cinta Indonesia, melainkan kegagalan sistem pendidikan dan narasi negara dalam menanamkan makna kebangsaan dengan cara yang relevan.
Mengibarkan Bendera Itu Mudah, Tapi Kenapa Sulit?
Mengibarkan Merah Putih tidak butuh biaya besar. Tidak perlu teknologi tinggi. Tapi ketika ajakan itu ditanggapi dengan sinisme, itu menjadi tanda: bukan fisiknya yang ditolak, tapi rasa kepemilikan terhadap bangsa ini yang sedang memudar.
Padahal Merah Putih adalah milik semua, bukan milik presiden, bukan milik elit, bukan milik satu partai atau kelompok. Ia adalah lambang darah perjuangan dan kesucian cita-cita bersama.
Panggilan Batin: Apakah Kita Masih Percaya Indonesia?
Ketika negara mengajak rakyat mengibarkan Merah Putih, itu bukan sekadar meminta selembar kain dipasang di tiang. Itu panggilan untuk merekatkan kembali kepercayaan, untuk menyatukan kembali rasa bahwa kita adalah satu bangsa.
Jika sebagian anak muda menolak, jangan buru-buru mencaci. Dengarkan suara mereka. Mungkin mereka tidak sedang membenci bangsa ini. Mungkin mereka hanya sedang kecewa, dan tidak tahu lagi bagaimana caranya mencintai negara yang sering mengecewakan mereka.
Menyambut HUT RI ke-80, marilah kita maknai Merah Putih bukan sekadar simbol. Tapi sebagai komitmen. Bahwa meskipun banyak luka, banyak keluhan, dan banyak ketidakadilan — kita tetap satu nusa, satu bangsa, satu bahasa: Indonesia.