PILARSULTRA.COM, Kendari — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti secara khusus anggaran pengadaan barang dan jasa di Sultra. Tahun 2025, rencana umum pengadaan (RUP) barang dan jasa yang tersebar di kabupaten/kota di Bumi Anoa menembus angka Rp 5,5 triliun dengan jumlah 65.137 paket.
Hal itu diungkapkan Agung Yudha Wibowo, Plt Deputi Koordinator dan Supervisi KPK saat rapat koordinasi bersama pemerintah provinsi, kabupaten dan kota di Ruang Pola Kantor Gubernur, Kamis, dengan agenda perkuat pencegahan korupsi dan perbaikan tata kelola pemerintahan kepala daerah se- Sultra.
Pencegahan korupsi, kata Agung, lebih dititikberatkan kepada pembenahan dan perbaikan tata kelola pemerintahan yang dianggap berpotensi tinggi terjadinya tindak pidana korupsi.
Karena itu pemerintah harus transparan dalam pengelolaan APBD. Mulai perencanaan, penganggaran, pengadaan barang dan jasa, manajemen ASN, optimalisasi pendapatan daerah, pengelolaan barang milik daerah, aset daerah, hingga penguatan APIP.
Rapat koordinasi itu dihadiri Gubernur Sultra Andi Sumangerukka, Ketua DPRD Sultra La Ode Tariala, bupati, wali kota serta ketua DPRD kabupaten/kota se Sultra.
Agung mengaku sedih ketika pemangku kepentingan kadang merasa tidak nyaman saat bertemu KPK. Padahal kedatangan KPK untuk membenahi tata kelola APBD, buka meminta sesuatu. Ia mendorong komitmen Forkopimda untuk bersama membangun daerah dengan menggunakan APBD untuk kepentingan rakyat.
KPK selalu membuka ruang buat pemerintah daerah, lanjutnya, untuk berdiskusi menyelesaikan persoalan di daerahnya. “Jangan datang ketika ada panggilan dari KPK saja. Silakan berkunjung ke KPK, berdialog untuk menyelesaikan persoalan-persoalan di daerah,” ucapnya.
Pihaknya telah mengumpulkan kepala daerah, legislator dan kepala OPD di berbagai daerah di Indonesia. Keluhannya beragam. “Ada hal yang mudah tapi tak dilakukan. Yakni, rasa memiliki anggaran negara,” kata Agung.
Ia mengungkapkan masih ada potensi korupsi di Sultra. Hanya saja Agung tak menjelaskan secara detail potensi korupsi yang ia ungkapkan. Deputi KPK itu hanya meminta pemerintah melakukan perbaikan tata kelola keuangan daerah. Karena jtu ia mengajak setiap pihak untuk memerangi korupsi. Sehingga bisa mensejahterakan masyarakat.
Selain pengadaan barang dan jasa, ia juga mengungkapkan belanja hibah di Sultra tahun 2015 yang mencapai Rp 279 miliar. Jangan takut dengan hibah, karena sifatnya sunah.Tapi saat ini, pihaknya mendorong pembentukan regulasi agar hibah tak dibolehkan. Karena hibah banyak mudorat.
Curhat Kepala Daerah
Sementara itu, Bupati Konsel Irham, curhat terkait daerahnya yang banyak beroperasi perusahaan tambang. Tapi jaminan reklamasi (Jamrek) dari perusahaan di simpan di Lembaga Perbankan yang ada di Jakrta. Harusnya Jamrek di simpan di Bank Sultra. Karena yang jadi jaminan adalah tanah daerah.
“Ketika dana Jamrek diparkir di Bank Sultra, maka daerah bisa menikmati dividen,” ungkapnya. Ia berharap KPK bisa mendorong agar dana Jamrek di simpan di lembaga perbankan daerah.
Sementara itu, Bupati Kolaka Amri, mengeluhkan terkait kepala daerah yang tak punya kewenangan pengolahan sumber daya alam. Kepala daerah hanya sebagai penonton. “Secara administrasi, yang kami kasih keluar hanya surat pengantar, rekomendasi dan permohonan. Kewenangan kami soal pajak dan retribusi hanya sembilan, misalnya parkir, reklame dan sebagainya. Sementara urusan sumber daya alam, itu domain pemerintah pusat,” bebernya.
Ia mengungkapkan bila Pemda melakukan kunjungan ke proyek strategis nasional (PSN), pihaknya tak punya kekuatan. Karena itu pajak d sektor pertambangan, ia mohon agar KPK mendorong pembentukan reguleasinya sehingga Pemda punya kewenangan menyurati pemegang izin usaha pertambangan (IUP).
Ia mendorong agar NPWP perusahaan dibuka di daerah, bukan Jakarta. “Perusahaan yang punya kantor sendiri di wilayah kami, saat kami surati, mereka hanya meneruskan ke jakarta yang kepastiannya tak diketahui kapan dibalas,” keluh Amri. (dan/bar)