PILARSULTRA.COM — Sudah lebih dari tiga tahun sejak Peraturan Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor 39 Tahun 2020 tentang Penetapan Nilai Perolehan Air (NPA) diberlakukan. Aturan ini dirancang sebagai fondasi pengelolaan air tanah yang lebih tertib, berkelanjutan, dan memberi kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Namun, hingga kini, muncul pertanyaan di publik:
- Apakah regulasi ini benar-benar berjalan di lapangan?
- Sudahkah semua pelaku usaha mematuhi kewajiban perizinan dan pembayaran pajak air tanah?
- Dan sejauh mana peran pemerintah dalam pengawasan dan transparansi implementasinya?
Air tanah bukan hanya urusan teknis atau ekonomi. Ia adalah sumber kehidupan dan bagian dari ekosistem yang rapuh. Ketika pengelolaannya diabaikan, dampaknya bisa langsung terasa — dari penurunan muka tanah, krisis air bersih, hingga risiko banjir yang makin sering menghantui kawasan perkotaan.
Air tanah adalah sumber kehidupan yang tak terlihat, namun sangat vital. Di balik sumur-sumur dalam dan pipa-pipa tersembunyi, air tanah menopang aktivitas rumah tangga, pertanian, hingga industri. Sayangnya, eksploitasi tanpa kendali bisa membuat sumber ini kering, tercemar, bahkan memperparah bencana seperti banjir dan longsor.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara telah mengantisipasi hal itu melalui Peraturan Gubernur Nomor 39 Tahun 2020 tentang Penetapan Nilai Perolehan Air (NPA). Aturan ini menjadi dasar penghitungan pajak air tanah, sekaligus langkah strategis dalam pengelolaan sumber daya air secara adil dan berkelanjutan.
Apa Itu NPA?
Nilai Perolehan Air (NPA) adalah nilai yang digunakan sebagai dasar perhitungan pajak air tanah dan/atau air permukaan. NPA ditentukan berdasarkan beberapa faktor:
- Lokasi dan kedalaman pengambilan air
- Debit atau volume air yang diambil
- Kualitas air
- Jenis penggunaan (rumah tangga, industri, komersial, dll)
Dengan kata lain, semakin besar dan semakin strategis pemanfaatannya, maka pajak yang dikenakan juga lebih tinggi.
Tujuan Utama Penetapan NPA
- Menjaga kelestarian air tanah dan air permukaan
- Meningkatkan kesadaran pelaku usaha agar menggunakan air secara efisien dan bertanggung jawab
- Memberikan kontribusi nyata terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)
- Menghindari over-eksploitasi yang dapat merusak keseimbangan lingkungan
Sanksi Bagi Pelanggar
Penggunaan air tanah tanpa izin resmi atau melebihi volume yang diizinkan dapat dikenakan sanksi administratif. Bahkan dalam kasus berat, sumur bor dapat ditutup atau dicabut izinnya.
Relevansi dengan Isu Lingkungan di Sultra
Dalam konteks Sultra — daerah dengan aktivitas pertambangan dan industri yang tinggi — kontrol atas air tanah menjadi sangat krusial. Selain untuk kebutuhan operasional, air tanah juga berpengaruh terhadap:
- Stabilitas tanah (agar tidak terjadi penurunan muka tanah
- Sistem drainase alamiah (menghindari banjir dan genangan
- Ketahanan air bersih masyarakat sekitar kawasan industri
Edukasi Publik Masih Dibutuhkan
Masih banyak masyarakat dan pelaku usaha kecil yang belum memahami pentingnya pengelolaan air tanah berbasis regulasi. Diperlukan sosialisasi berkelanjutan agar semua pihak sadar:
“Air tanah bukan sumber daya bebas. Ia harus dikelola bersama demi masa depan bersama.”
Seperti diketahui Pemerintah Provinsi Sultra mendukung penuh upaya dalam penguatan regulasi lingkungan. Aturan seperti NPA bukan hanya soal angka pajak, tapi soal komitmen menjaga keseimbangan alam dan keberlanjutan sumber daya air untuk generasi mendatang. (red)