Sulawesi Tenggara sempat menjadi sorotan nasional ketika wacana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) mencuat akhir 2024. Perusahaan energi nuklir asal Rusia, Rosatom, bahkan hadir langsung dalam Rapat Koordinasi di Kantor Gubernur Sultra, mengisyaratkan potensi kerja sama besar.
Tak tanggung-tanggung, pertemuan itu dihadiri Duta Besar Rusia, pejabat Rosatom, jajaran Dinas ESDM, hingga Dewan Energi Nasional. Pemerintah Provinsi Sultra pun menyambut dengan visi mulia: menyediakan energi bersih dan cukup untuk menopang hilirisasi nikel dan pertumbuhan industri.
Namun, kini — lebih dari setengah tahun berselang — proyek itu sunyi tanpa kabar.
“Belum ada pembicaraan lanjutan,” ujar Andy Setiawan dari Dinas ESDM Sultra kepada media ini (11 Juli 2025).
Harapan yang Mulai Pudar?
Wacana energi nuklir memang terdengar megah. Apalagi Sulawesi Tenggara kini tengah menggeliat di sektor tambang dan industri berbasis nikel. Kebutuhan listrik diprediksi tembus 4.000 MW, jauh melampaui kapasitas saat ini. Maka, PLTN muncul sebagai solusi visioner: energi bersih, stabil, dan bertenaga besar.
Namun mewujudkan PLTN bukan sekadar menyusun proposal dan menggelar rakor. Prosesnya sangat kompleks, menyangkut teknologi tinggi, protokol keselamatan, persetujuan publik, sampai komitmen jangka panjang dari pusat.
Belum lagi, ada tantangan transparansi, kesiapan SDM, dan konsistensi kebijakan energi nasional yang kerap berubah arah.
Jangan Hanya Seremonial
Bagi publik, proyek semacam ini perlu dikawal agar tidak menjadi sekadar “seremoni bilateral” tanpa tindak lanjut konkret. Masyarakat Sultra berhak tahu:
- Apakah Rosatom masih tertarik membangun di Sultra?
- Apakah Pemerintah Pusat menyetujui rencana ini?
- Bagaimana strategi ESDM Sultra mengawal keberlanjutannya?
- Apa kajian dampak lingkungan dan sosialnya?
Jika tidak ada kejelasan, maka semua ini bisa dianggap hanya panggung politik sesaat — menggantungkan mimpi besar di langit tanpa fondasi kuat di bumi.
Apa Selanjutnya?
Publik akan terus mengikuti perkembangan ini. Apakah rencana PLTN ini akan dilanjutkan? Atau sekadar menjadi bagian dari lembaran indah nota kesepahaman yang tidak pernah diwujudkan?
Dan jika memang harus mundur, publik juga berhak tahu: apa alasannya, dan energi bersih seperti apa yang kini dikejar Sulawesi Tenggara?