PILARSULTRA.COM, Global — Presiden Burkina Faso, Kapten Ibrahim Traore, kembali mencuri perhatian dunia dengan kebijakan pemasyarakatan yang dinilai revolusioner. Negara di Afrika Barat itu kini mulai mengganti sebagian sistem penjaranya dengan program kerja pertanian bagi narapidana, terutama bagi pelaku kejahatan ringan.
Kebijakan ini berlandaskan undang-undang baru yang disahkan pada akhir 2024. Berdasarkan laporan Pegasus Reporters (21/2/2025), aturan tersebut memungkinkan narapidana mengganti masa hukuman dengan bekerja di sektor pertanian, peternakan, hingga pelayanan sosial. Setiap satu bulan kerja produktif dapat mengurangi masa tahanan hingga tiga bulan.
Langkah ini bukan berarti Burkina Faso menghapus seluruh sistem penjara. Kebijakan tersebut hanya berlaku bagi pelanggar hukum ringan dan tahanan yang masih menunggu putusan. Sementara untuk kasus berat seperti pembunuhan dan korupsi, sistem pemasyarakatan konvensional tetap dijalankan.
Menurut laporan Africa Liberty News, Presiden Ibrahim Traoré menyebut pendekatan ini sebagai bentuk “pemulihan nilai Afrika” — sebuah konsep yang menekankan rehabilitasi dan kontribusi sosial, bukan sekadar hukuman. Pemerintah ingin mengubah pandangan lama bahwa penjara harus identik dengan penderitaan, menjadi tempat pembelajaran dan produktivitas.
Di Provinsi Sanguié, pemerintah telah membangun pusat pelatihan pertanian terbuka bagi para narapidana. Mereka diajarkan bercocok tanam, beternak, dan mengelola hasil panen. Produk yang dihasilkan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan penjara serta dijual ke pasar lokal untuk membantu pembiayaan program. TRT Afrika melaporkan bahwa proyek ini juga turut mendukung ketahanan pangan nasional Burkina Faso.
Program ini menuai banyak pujian di kawasan Afrika. Selain mengurangi kepadatan penjara dan beban biaya negara, sistem ini juga memberi bekal keterampilan kepada para narapidana agar bisa kembali ke masyarakat dengan kemampuan baru.
Namun, kebijakan ini juga menimbulkan kekhawatiran dari kelompok hak asasi manusia internasional. Seperti diberitakan Mimi Mefo Info, sejumlah organisasi menyerukan agar pemerintah memastikan tidak terjadi praktik kerja paksa di bawah program pertanian tersebut.
Meski masih menuai perdebatan, langkah Ibrahim Traoré dianggap sebagai terobosan berani yang mengubah paradigma pemidanaan di Afrika. Di tengah dunia yang masih mengandalkan jeruji besi sebagai simbol hukuman, Burkina Faso justru menanam harapan baru di ladang-ladang yang hijau tempat di mana rehabilitasi dan produktivitas berjalan beriringan. (pan)












