PILARSULTRA.COM, Kendari — Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Bandung, Prof. Dr. Dadang Rahmat Hidayat, S.Sos., S.H., M.Si., tampil sebagai salah satu narasumber utama dalam Seminar Literasi Digital bertajuk “Merawat Demokrasi, Menangkal Disinformasi” yang digelar Kemenko Polkam RI di Hotel Claro Kendari, Kamis (2/10/2025).
Dalam paparannya, Prof. Dadang menekankan pentingnya kecerdasan digital yang mencakup aspek literasi, kreativitas, etika, dan resiliensi. Ia juga mengingatkan adanya “penyakit digital” seperti procrastination (menunda pekerjaan) dan doomscrolling (kecanduan membaca konten negatif), yang menjadi tantangan generasi saat ini.
Saat sesi diskusi, Prof. Dadang memberikan pandangan kritis terkait upaya melawan hoaks. Menanggapi pertanyaan peserta mengenai teori “larutan” dalam menangkal hoaks; yakni memperbanyak konten positif agar hoaks tenggelam. Prof. Dadang menyatakan strategi tersebut sah-sah saja, namun dengan catatan penting.
“Konten baik boleh saja diperbanyak, tetapi jangan sampai menutupi kebobrokan yang memang nyata terjadi. Solusi terbaik adalah, jika pemerintah memang salah, maka harus berani mengakui dan meminta maaf. Rakyat Indonesia pasti maklum dan justru akan mengapresiasi, karena itu karakteristik budaya kita,” tegasnya.
Pernyataan tersebut disambut antusias peserta, karena dinilai sejalan dengan semangat transparansi dan akuntabilitas dalam demokrasi digital. Menurut Prof. Dadang, kualitas demokrasi tidak cukup dijaga dengan banjir informasi positif semata, melainkan juga keberanian pemimpin untuk menghadirkan kejujuran publik.
Selain Prof. Dadang, seminar ini juga menghadirkan narasumber lain dari Kementerian Komunikasi dan Digital, Dinas Kominfo Sultra, serta komunitas Siberkreasi. Acara dibuka dan ditutup oleh Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi dan Informasi Kemenko Polkam, Marsekal Muda TNI Eko Dono Indarto, S.IP., M.Tr.(Han).
Seminar literasi digital di Kendari ini menegaskan bahwa melawan disinformasi membutuhkan keseimbangan: produksi konten positif yang masif, etika bermedia yang kuat, serta budaya politik yang berani mengakui kesalahan di hadapan publik. (bar)