PILARSULTRA.COM — Media internasional The Economist menyorot keras kebijakan ekonomi Presiden Prabowo Subianto. Dalam artikel bertajuk “Indonesia’s new president has daddy issues” (15/8/2025), mereka membandingkan program populis Prabowo — makan siang gratis, koperasi desa model seragam, dan dana kekayaan negara Danantara — dengan warisan pemikiran ekonomi sang ayah, Sumitro Djojohadikusumo.
Sumitro dikenal sebagai teknokrat senior yang membangun pondasi ekonomi pascakemerdekaan. Filosofinya tegas: kebijakan harus berbasis fakta, disiplin fiskal, desentralisasi koperasi, dan penguatan kapasitas lokal. Justru, The Economist menilai arah Prabowo berseberangan. Program makan siang gratis US$28 miliar per tahun disebut mengalihkan sumber daya dari masalah gizi yang lebih mendasar, sementara koperasi desa model seragam berpotensi jadi alat kendali politik pusat.
Danantara, dana US$900 miliar yang diklaim sebagai realisasi mimpi Sumitro, juga dikritik. Bagi The Economist, strukturnya yang langsung di bawah presiden, diketuai mantan manajer kampanye, dan minim pengawasan, lebih dekat pada “penyakit kelembagaan” yang dulu pernah diperingatkan Sumitro di era krisis 1998.
Kesimpulannya, The Economist menulis: Prabowo memadukan kontrol otoriter dan belanja populis, jauh dari disiplin fiskal dan institusi kuat — dua hal yang justru menjadi warisan asli Sumitro. Kadang, warisan memang bisa diubah… tapi ada yang bilang, kalau sampai rumahnya roboh, jangan salahkan yang bikin fondasi.