PILARSULTRA.COM, Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan Surat Keputusan (SK) Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 tentang Kuota Haji Tambahan Tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi menjadi salah satu bukti penting dalam penyidikan dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama (Kemenag) tahun 2023–2024.
“Itu menjadi salah satu bukti,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (12/8/2025).
Asep menjelaskan, SK yang ditandatangani mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 15 Januari 2024 tersebut hanyalah satu dari sejumlah bukti yang telah dikantongi penyidik. KPK, kata dia, masih terus menelusuri bukti lain yang dapat menguatkan dugaan tindak pidana korupsi.
“Kami juga akan memperdalam bagaimana proses SK itu terbit, karena umumnya pada jabatan setingkat menteri, apakah yang bersangkutan merancang sendiri atau SK itu sudah jadi. Apakah ini usulan dari bawah ke atas (bottom-up) atau perintah dari atas ke bawah (top-down)? Itu yang sedang kami dalami,” tegasnya.
Berdasarkan SK tersebut, kuota haji tambahan sebanyak 20 ribu jemaah dibagi rata menjadi 10 ribu kuota haji reguler dan 10 ribu kuota haji khusus.
Sebelumnya, KPK memulai penyidikan perkara ini pada 9 Agustus 2025, dua hari setelah memeriksa Yaqut sebagai saksi. Dari perhitungan awal, kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp1 triliun. KPK juga bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung secara pasti besaran kerugian tersebut.
Pada 11 Agustus 2025, KPK mengeluarkan surat pencegahan ke luar negeri selama enam bulan terhadap tiga orang, yakni Yaqut Cholil Qoumas, mantan staf khusus Yaqut Ishfah Abidal Aziz, serta pemilik Maktour Fuad Hasan Masyhur.
Di sisi lain, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI juga menemukan dugaan kejanggalan dalam pembagian kuota tambahan tersebut. Pansus menyoroti pembagian 50:50 antara haji reguler dan haji khusus yang tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, yang menetapkan 8 persen untuk haji khusus dan 92 persen untuk haji reguler. (pan)