PILARSULTRA.COM, Jakarta — Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp7 triliun dari APBN 2025 untuk mendukung program Sekolah Rakyat. Dana tersebut digunakan untuk kebutuhan operasional, mulai dari asrama, listrik, internet, laptop, hingga seragam siswa.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan hal itu saat mengunjungi Sekolah Rakyat Menengah Atas 10 Jakarta bersama Menteri Sosial Saifullah Yusuf, Sabtu (9/8/2025). Ia memastikan, jumlah sekolah yang beroperasi akan meningkat dari 157 pada tahun ini menjadi 200 sekolah pada 2026.
“Tahun ini sekitar Rp7 triliun. Ini kolaborasi Kemensos, Kementerian PUPR, dan Kemendikdasmen. Tahun depan akan meningkat karena seluruh operasional 200 sekolah berjalan penuh,” ujar Menkeu di Pusdiklatbagprof Kemensos Margaguna, Jakarta.
Sri Mulyani menjelaskan, pembiayaan program Sekolah Rakyat melibatkan beberapa kementerian. Kemensos bertanggung jawab atas pengelolaan asrama dan kebutuhan siswa, PUPR menangani pembangunan fisik, sedangkan Kemendikdasmen mengelola tenaga pengajar.
Alokasi untuk tahun depan akan diumumkan langsung Presiden Prabowo Subianto dalam pidato APBN 2026 pada 15 Agustus mendatang.
Program Sekolah Rakyat, kata Menkeu, merupakan gagasan Presiden Prabowo untuk memutus rantai kemiskinan antar-generasi. Anak-anak dari keluarga rentan akan diasramakan dan diberikan fasilitas pendidikan yang memadai, termasuk kegiatan kurikuler dan nonkurikuler yang membangun kepercayaan diri.
“Negara hadir memberikan kesempatan terbaik. Kalian harus bersyukur dan memanfaatkannya untuk belajar dengan baik,” pesan Menkeu kepada para siswa.
Analisa PilarSultra.com
Anggaran jumbo Rp7 triliun untuk Sekolah Rakyat menunjukkan komitmen pemerintah meningkatkan akses pendidikan bagi anak-anak dari keluarga miskin. Namun, muncul pertanyaan mendasar: mengapa tidak memaksimalkan terlebih dahulu sekolah-sekolah yang sudah ada di berbagai daerah?
Banyak sekolah negeri maupun swasta di pelosok masih kekurangan fasilitas, guru, dan dukungan operasional. Revitalisasi aset pendidikan yang ada dapat menjadi strategi efisien untuk mencapai pemerataan mutu, sembari membangun sekolah baru hanya di wilayah yang memang membutuhkan.
Tanpa perencanaan matang berbasis peta kebutuhan riil, program Sekolah Rakyat berisiko menjadi proyek prestisius yang menguras anggaran, namun belum tentu menyentuh akar persoalan kualitas pendidikan nasional. (bar)