PILARSULTRA.COM — Di tengah ketidakpastian global dan tekanan terhadap sektor pertambangan, Sulawesi Tenggara justru mencatat geliat ekonomi yang menarik pada sektor non-tambang. Salah satu komoditas unggulan yang mencuri perhatian adalah Nilam, tanaman penghasil minyak atsiri yang kini menjadi salah satu pilar pertumbuhan baru daerah.
Menurut data resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sultra yang dirilis pada 5 Agustus 2025, disebutkan bahwa:
Produksi industri minyak nilam pada triwulan II tahun 2025 naik sebesar 100,13% secara year-on-year (y-on-y) dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Peningkatan produksi ini menjadi sinyal kuat bahwa Nilam bukan lagi komoditas pinggiran, melainkan bagian dari transformasi ekonomi berbasis rakyat dan lingkungan berkelanjutan di Sultra.
Apa Itu Nilam?
Nilam (Pogostemon cablin) adalah tanaman semak tropis yang daunnya menghasilkan minyak atsiri bernilai tinggi. Minyak nilam digunakan luas dalam industri parfum, kosmetik, aromaterapi, hingga produk rumah tangga mewah.
Indonesia merupakan produsen terbesar minyak nilam dunia, dan kini Sulawesi Tenggara mulai menempati posisi penting setelah Aceh dan Sulawesi Tengah. Beberapa daerah penghasil utama di Sultra antara lain: Kolaka Utara, Konawe Utara, Konawe Selatan, Buton dan Muna Barat
Kegunaan Minyak Nilam
Minyak nilam adalah bahan dasar utama dalam berbagai industri sebagai : Parfum & kosmetik: digunakan sebagai base note karena wanginya kuat dan tahan lama, Aromaterapi: digunakan sebagai minyak relaksasi dan pereda stres, Produk rumah tangga: sabun, lotion, lilin aroma, dan deterjen organik, serta Obat tradisional & herbal: antiseptik alami untuk perawatan kulit dan luka.
Analisis Ekonomi: Nilam sebagai Penopang Ekonomi Hijau
Beberapa pengamat ekonomi pertanian menganalisis bahwa kenaikan produksi minyak nilam hingga 100,13% (y-on-y) pada triwulan II-2025 tidak terjadi secara kebetulan. Lonjakan ini dipicu oleh sejumlah faktor, antara lain:
- Peningkatan permintaan global atas minyak atsiri alami untuk industri parfum dan aromaterapi.
- Harga jual minyak nilam yang stabil di pasar ekspor, menjadikannya komoditas menarik bagi petani.
- Kemudahan budidaya yang tidak membutuhkan pupuk kimia berlebih, cocok untuk lahan-lahan tidur di pedesaan.
- Dukungan teknis dari pemerintah daerah dan pihak swasta dalam bentuk pelatihan dan alat penyulingan sederhana.
Dengan meningkatnya partisipasi petani lokal dan terbukanya akses pasar luar negeri, Nilam kini mulai dipandang sebagai salah satu penopang ekonomi hijau Sulawesi Tenggara yang tumbuh dari akar rumput.
Rakyat Butuh Kebijakan Pemprov Sultra
Petani Nilam butuh perhatian Gubernur Sulawesi Tenggara, Mayjen TNI (Purn) Andi Sumangerukka terhadap pengembangan komoditas rakyat, salah satunya Nilam. Pemprov perlu melakukan Program pembinaan petani nilam secara berkelanjutan, Distribusi alat penyulingan modern, dan Fasilitasi ekspor bagi UMKM produsen minyak atsiri.
“Kami berhadap harga nilam stabil dan jalur distribusi terarah supaya kita bisa menanam lebih semangat dan bisa menjadi sumber penghasilan,” kata salah seorang petani Nilam di Konsel.
Dengan produksi yang naik lebih dari 100% dalam setahun, Nilam telah membuktikan bahwa komoditas lokal berbasis lingkungan dan masyarakat bisa menjadi motor penggerak ekonomi Sultra ke depan. Jika terus didukung dengan kebijakan tepat dan akses pasar yang luas, tidak mustahil Sulawesi Tenggara menjadi pusat minyak nilam terbesar di Indonesia Timur pada 2027. (mer)