PILARSULTRA.COM, Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan adanya aliran uang dari penyelenggara ibadah haji kepada pihak-pihak tertentu dalam kasus dugaan korupsi penentuan kuota haji tahun 2023–2024 di Kementerian Agama.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan indikasi tersebut mengarah pada praktik gratifikasi atau bentuk imbal balik yang melibatkan pihak swasta.
“Kami sampaikan bahwa di sini juga ada dugaan aliran uang dari para penyelenggara ibadah haji kepada pihak-pihak tertentu. Artinya, ini ada semacam feedback atau gratifikasi dan sebagainya. Nanti akan kami telusuri lebih lanjut,” ujar Budi dalam program Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Rabu (13/8/2025).
Menurut Budi, KPK menggunakan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dalam perkara ini, lantaran terdapat dugaan kerugian negara akibat diskresi penentuan kuota haji. “Perintah-perintahnya akan kami dalami, apakah prosesnya top-down atau bottom-up,” tambahnya.
KPK juga mendalami apakah kebijakan penambahan kuota khusus haji yang dikelola penyelenggara swasta semata-mata urusan bisnis atau ada kepentingan lain di baliknya.
“Atau memang ada upaya-upaya untuk membuat kuota khusus itu bertambah, tentu itu juga kami dalami,” tegas Budi.
Sejauh ini, KPK telah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri selama enam bulan, yakni mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, mantan staf khusus Yaqut Ishfah Abidal Aziz, dan pemilik Maktour Fuad Hasan Masyhur.
Kasus ini naik ke tahap penyidikan pada 9 Agustus 2025, setelah KPK meminta keterangan Yaqut dua hari sebelumnya. Berdasarkan penghitungan awal, kerugian negara ditaksir lebih dari Rp1 triliun.
“Perkara ini baru saja naik ke penyidikan dengan sprindik umum. Artinya masih dibutuhkan langkah-langkah lanjutan sebelum menetapkan tersangka,” ujar Budi.
Selain menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian negara, KPK memastikan proses hukum akan menelusuri semua pihak yang terlibat, baik dari unsur Kementerian Agama maupun swasta. (pan)