Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menaikkan status dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) Pengelolaan Haji dari penyelidikan ke tahap penyidikan dengan menggunakan Sprindik Umum, yang berarti akan memperluas cakupan dan kedalaman penyidikan, termasuk memanggil kembali mantan menteri agama Yaqut Cholil Qoumas dan beberapa travel terkait untuk diperiksa dalam waktu dekat.
Hal itu diungkapkan Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu dini hari (9/8/2025).
Kasus dugaan korupsi terkait peyelenggaran haji tentu saja bukan perkara biasa karena soal ibadah sakral bagi umat Islam. Ada korupsi yang mencuri uang rakyat, ada pula yang mencuri hak rakyat. Tapi ini korupsi yang lebih keji dari keduanya: mencuri kesempatan rakyat untuk beribadah. Inilah yang terjadi ketika kuota haji reguler – yang seharusnya menjadi hak warga biasa – diubah menjadi kuota khusus untuk kalangan tertentu dan terbatas.
Haji bukan sekadar perjalanan fisik ke tanah suci. Bagi jutaan umat Islam Indonesia, ini adalah penantian panjang. Ada yang menabung bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun, demi satu undangan dari Allah. Ketika antrian resmi bisa mencapai 20–30 tahun di beberapa daerah, setiap kursi yang “disulap” menjadi jatah istimewa berarti memotong antrian dan merampas hak orang lain yang lebih berhak.
Kasus dugaan korupsi kuota haji pada masa Menteri Agama era Presiden Joko Widodo ini bukan sekadar pelanggaran administrasi. Ini adalah pengkhianatan terhadap amanah umat. Kuota haji bukan milik menteri, bukan milik presiden, apalagi milik lingkaran kekuasaan. Kuota itu milik rakyat.
Dampaknya bukan hanya pada ribuan jamaah yang gagal berangkat, tetapi juga pada rusaknya kepercayaan masyarakat terhadap institusi pengelola ibadah. Lebih parah lagi, ini mencoreng nilai-nilai suci yang seharusnya dijunjung tinggi oleh para pemimpin.
Kita harus sepakat: korupsi di sektor ibadah adalah bentuk kejahatan ganda — melawan hukum dan melawan Tuhan. Hukuman untuk pelakunya tidak boleh sekadar administratif. Harus ada penegakan hukum tegas, transparan, dan setimpal dengan kerugian moral yang ditimbulkan.
Bagi bangsa ini, haji adalah ibadah suci. Bagi koruptor, ia hanyalah komoditas yang bisa dinegosiasikan. Inilah saatnya masyarakat bersuara, media mengawal, dan penegak hukum bertindak. Mencuri di pintu surga adalah pengkhianatan yang tidak boleh dibiarkan. (red)