PILARSULTRA.COM — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis data terkini melalui laman resmi KPK tentang Jenis Perkara Tindak Pidana Korupsi (TPK) hingga 22 Juli 2025. Data ini memetakan jenis-jenis perkara yang paling sering ditangani KPK sejak tahun 2004, sekaligus menjadi potret klasifikasi praktik korupsi yang lazim terjadi di Indonesia.
Berikut adalah klasifikasi jenis korupsi dari yang paling sering ditangani hingga yang paling jarang, berdasarkan jumlah kasus :
1. Gratifikasi dan Penyuapan – 1.068 kasus
Jenis perkara ini menempati urutan pertama dengan jumlah kasus terbanyak. Gratifikasi umumnya terjadi dalam bentuk pemberian uang, barang, atau fasilitas yang diterima oleh pejabat publik sebagai imbalan atas kewenangan yang dimiliki. Penyuapan juga kerap menjadi pintu awal dari kejahatan korupsi lainnya.
Praktik ini menjadi akar persoalan integritas birokrasi. Lemahnya sistem pengawasan internal membuat suap dan gratifikasi menjadi “kebiasaan” dalam pengurusan izin, proyek, hingga penegakan hukum.
2. Pengadaan Barang dan Jasa – 428 kasus
Korupsi dalam pengadaan sering terjadi melalui mark-up anggaran, proyek fiktif, atau manipulasi tender. Modus ini melibatkan kolusi antara penyedia jasa dan pihak berwenang.
Sektor ini menjadi “ladang basah” karena alokasi anggaran besar dan proses yang rawan intervensi politik serta kepentingan kelompok.
3. Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) – 64 kasus
TPPU terjadi ketika hasil kejahatan korupsi disamarkan lewat transaksi keuangan, investasi, atau pembelian aset mewah.
Ini adalah bentuk korupsi tingkat lanjut, biasanya melibatkan pelaku kelas kakap yang berupaya menyamarkan asal usul kekayaan.
4. Penyalahgunaan Anggaran – 57 kasus
Praktik ini mencakup penggunaan dana di luar peruntukan, pemotongan dana, atau pelaporan palsu anggaran.
Banyak terjadi di tingkat daerah dan lembaga yang minim akuntabilitas, khususnya dalam pengelolaan dana hibah, bantuan sosial, atau proyek pembangunan.
5. Pungutan Liar dan Pemerasan – 50 kasus
Modus ini mencakup pemaksaan pemberian uang kepada warga atau pihak swasta oleh oknum aparat, pejabat, atau pelayan publik.
Kasus pemerasan sering terjadi di institusi penegakan hukum dan layanan publik, mengindikasikan adanya penyimpangan kekuasaan untuk kepentingan pribadi.
6. Perizinan – 28 kasus
Korupsi perizinan terjadi saat izin usaha, tambang, atau properti dikeluarkan secara tidak sah melalui suap atau gratifikasi.
Korupsi jenis ini mencerminkan kerentanan sistem perizinan terhadap praktik transaksional, terutama di daerah kaya sumber daya alam.
7. Menghalangi Proses KPK – 14 kasus
Meski lebih jarang, namun ini termasuk bentuk perlawanan serius terhadap upaya penegakan hukum.
Pelaku umumnya adalah pihak-pihak yang menghilangkan barang bukti, menyuap penyidik, atau melakukan intimidasi terhadap saksi dan pelapor.
Data ini menegaskan bahwa penyuapan dan gratifikasi adalah wajah utama korupsi di Indonesia. Diikuti korupsi pengadaan, pencucian uang, dan penyalahgunaan anggaran. Ini menjadi peringatan keras bahwa pemberantasan korupsi tidak bisa hanya mengandalkan penindakan hukum, tetapi juga perlu reformasi sistemik, edukasi publik, dan perbaikan integritas birokrasi dari hulu ke hilir. (red)