PILARSULTRA.COM — Dunia sedang bergeser ke era baru konflik bersenjata. Bukan lagi tentang jumlah pasukan atau kekuatan tank dan kapal perang, tetapi tentang seberapa canggih algoritma dan kecerdasan buatan (AI) yang dimiliki sebuah negara. Ya, perang masa depan adalah adu algoritma. Pertanyaannya: Apakah kita sudah siap?
Dari Medan Tempur ke Layar Monitor
Perang Rusia-Ukraina dan konflik Iran-Israel menjadi bukti bahwa perang hari ini bisa dilakukan tanpa kehadiran fisik tentara. Drone otonom, rudal presisi, hingga serangan siber telah menggantikan peran infanteri di banyak titik.
Drone kamikaze, AI deteksi target, dan serangan siber masif menjadi alat utama untuk melumpuhkan lawan — tanpa satu pun tentara menjejakkan kaki di medan perang.
Semua itu dikendalikan oleh satu kekuatan tak kasat mata: algoritma.
Peran AI dalam Perang Modern
Kecerdasan buatan kini digunakan dalam hampir semua aspek militer:
- Pengintaian dan pemetaan target: AI menganalisis citra satelit untuk melacak pergerakan musuh.
- Drone tempur otonom: Mampu memilih dan menyerang target tanpa intervensi manusia.
- Cyber warfare: AI menyerang sistem digital lawan, mengunci infrastruktur penting seperti jaringan listrik, radar, dan komunikasi.
- Prediksi strategi: AI mensimulasikan berbagai skenario perang, memberikan rekomendasi taktis kepada komando militer.
Dilema Etika dan Bahaya Tak Terduga
Namun, teknologi juga membawa risiko. Siapa yang bertanggung jawab jika AI menargetkan warga sipil? Apakah pantas mesin menentukan hidup dan mati? Beberapa negara bahkan mengembangkan senjata otonom pembunuh (killer robots), memunculkan kekhawatiran dunia terhadap “perang tanpa nurani.”
Posisi Indonesia: Belum Terlambat untuk Bersiap
Indonesia saat ini belum terlibat langsung dalam perang berbasis AI, tetapi harus mulai mempersiapkan diri. Sebagai negara kepulauan strategis di tengah kompetisi Indo-Pasifik, Indonesia perlu meningkatkan kapasitas pertahanan siber dan teknologi militer, menyiapkan doktrin pertahanan berbasis digital dan mendorong pengembangan AI dalam negeri yang etis dan aman.
Keterlibatan lembaga seperti BRIN, TNI, BSSN, dan perguruan tinggi sangat penting agar bangsa ini tidak hanya menjadi penonton dalam revolusi militer digital.
Kita tengah menuju era di mana serangan bisa terjadi tanpa suara peluru. Musuh bisa datang bukan dengan seragam, tapi melalui kode biner dan sinyal satelit.
Perang masa depan bukan tentang siapa yang punya bom terbesar, tapi siapa yang punya algoritma paling pintar.
Dan sekarang, pertanyaannya kembali pada kita: Apakah Indonesia siap menghadapinya?