Komitmen Membangun Sultra yang Bersih dan Berkelanjutan
Di tengah arus politik yang sering kali menjadikan pencitraan sebagai alat utama, Gubernur Sulawesi Tenggara, Mayjen TNI (Purn) Andi Sumangerukka (ASR), justru memilih arah sebaliknya: bekerja senyap namun berdampak besar bagi peletakan pondasi kokoh keberlanjutan pembangunan provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Dalam rapat koordinasi lintas sektor yang digelar baru-baru ini bersama unsur penting pusat dan daerah, termasuk Satgas Wilayah IV.2 KPK RI, tim dari Kementerian ESDM, LHK, KKP, Perbendaharaan, hingga seluruh Bappenda kabupaten/kota se-Sultra. , ASR menyampaikan pernyataan kuat yang layak diingat oleh setiap generasi penerus Sultra:
“Kita tidak sedang mencari popularitas. Kita sedang menyusun warisan.”
Pernyataan ini bukan sekadar kutipan inspiratif. Ini adalah pijakan nilai yang mencerminkan keseriusan kepemimpinan ASR dalam membenahi dua sektor paling krusial: tata kelola aset pemerintah dan pengawasan pertambangan.
Aset Adalah Kedaulatan Daerah
ASR menyebut setidaknya 16 bidang aset strategis Pemprov Sultra yang saat ini sedang ditertibkan. Aset seperti kawasan Nanga-Nanga dan Bunga Seroja (eks Same Hotel) bukan hanya bernilai ekonomis tinggi, tapi juga menyangkut kedaulatan pemerintah atas tanahnya sendiri. Gubernur ingin agar aset-aset ini tak lagi “tertidur” atau dikuasai tanpa kejelasan, melainkan dikelola profesional untuk kemaslahatan rakyat.
Tambang: Potensi dan Ancaman
Sultra memiliki kekayaan alam luar biasa. Tercatat 209 lokasi tambang, dengan sumber daya logam mencapai 65 juta ton, dan cadangan teridentifikasi sebesar 20,96 juta ton, tertinggi di Indonesia. Namun, ASR mengingatkan bahwa potensi tanpa tanggung jawab justru jadi malapetaka.
Beliau menegaskan lima kewajiban mutlak yang harus dipatuhi perusahaan tambang:
- Taat izin dan teknis tambang
- Tepat bayar pajak dan retribusi
- Reklamasi dan pascatambang
- Harmoni dengan masyarakat
- Lindungi lingkungan hidup
“Ini bukan opsi. Ini kewajiban,” tegas ASR.
Dengan 88 Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang tersebar di 43.262 hektare hutan—terutama di Kolaka, Konawe, dan Konawe Utara, pernyataan itu adalah peringatan keras namun adil.
Bangun Sultra, Bangun Integritas
ASR juga mengajak seluruh elemen masyarakat dan lembaga negara, dari aparat penegak hukum, KPK, hingga masyarakat sipil, untuk bersama mengawal Sultra. Ia sadar, perubahan tak bisa berjalan sendiri. Namun sebagai pemimpin, ia sudah menunjukkan arah: menuju pemerintahan yang bersih, akuntabel, dan berdaya saing.
Editorial ini bukan sekadar menyoroti apa yang dikatakan Gubernur ASR, tetapi mengajak publik untuk mendukung dan mengawasi. Karena sesungguhnya, warisan terbaik bukanlah nama yang dikenang, tapi sistem yang diperbaiki, keadilan yang ditegakkan, dan masa depan yang disiapkan dengan kesungguhan hari ini demi kesejahteraan masyarakat Sulawesi Tenggara. (red)