PILARSULTRA.COM, Kendari — Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Tenggara merilis data terbaru kinerja ekspor dan impor daerah per 1 Juli 2025 (No.39/07/74/Th. XXVIII). Hasilnya menunjukkan tren pelemahan baik pada sisi ekspor maupun impor, yang dapat menjadi indikator menurunnya aktivitas industri dan ketergantungan ekonomi pada komoditas tunggal.
Laporan BPS tersebut menunjukkan ekspor melemah dan besi-baja masih mendominasi. Nilai ekspor Sulawesi Tenggara pada Mei 2025 tercatat sebesar US$307,43 juta, turun 8,73 persen dibanding Mei 2024 (year-on-year). Penurunan juga terjadi secara kumulatif Januari–Mei 2025 sebesar 7,79 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (cumulative-to-cumulative).
Tak hanya nilai, volume ekspor pun ikut merosot, masing-masing sebesar 0,37 persen (y-o-y) dan 6,34 persen (c-to-c). Sektor industri pengolahan menjadi penyumbang utama penurunan ini, dengan penurunan nilai ekspor mencapai 9,03 persen (y-o-y) dan 8,09 persen (c-to-c).
“Kinerja ekspor Sultra masih terlalu bergantung pada komoditas tunggal, yaitu Besi dan Baja, yang menyumbang 96,97% dari total ekspor selama Januari–Mei 2025,” ujar pengamat.
Komoditas Besi dan Baja mengalami penurunan pada semua aspek: nilai, volume, dan harga satuan (unit value). Hal ini mengindikasikan lemahnya harga pasar global serta kemungkinan penurunan permintaan.
Negara Tujuan Ekspor Didominasi Tiongkok
Sepanjang Januari–Mei 2025, tiga negara utama tujuan ekspor Sultra adalah:
- Tiongkok: US$1.430,35 juta (99,74% adalah Besi dan Baja)
- Korea Selatan: US$47,04 juta (65% Besi dan Baja, 33% Nikel)
- India: US$35,16 juta (95% Besi dan Baja)
Ketergantungan pada pasar ekspor Besi-Baja ke Tiongkok yang hampir total ini menunjukkan minimnya diversifikasi produk dan tujuan pasar.
Impor Turun Tajam, Sinyal Melemahnya Industri?
Sementara itu, nilai impor Sultra pada Mei 2025 anjlok 47,42 persen (y-o-y) dan 16,86 persen (c-to-c). Penurunan juga terlihat dari volume impor, yaitu 5,43 persen (y-o-y) dan 0,34 persen (c-to-c).
Faktor utama penurunan ini adalah merosotnya impor bahan baku dan penolong, yang turun drastis 55,12 persen (y-o-y) dan 35,06 persen (c-to-c).
“Penurunan bahan baku mengindikasikan turunnya aktivitas industri atau efisiensi logistik, namun juga bisa menjadi sinyal perlambatan produksi,” kata pengamat ekonomi.
Komoditas utama impor adalah Bahan Bakar Mineral (HS 27) dengan kontribusi 69,84% terhadap total impor.
Negara Asal Impor Sultra:
- Singapura: US$180,42 juta (100% Bahan Bakar Mineral)
- Tiongkok: US$170,61 juta (BBM, Mesin, Kendaraan)
- Malaysia: US$71,64 juta (99% BBM)
Konklusi dan Catatan Kritis
Kinerja perdagangan luar negeri Sultra saat ini menghadapi tantangan besar:
- Ketergantungan tinggi pada satu komoditas ekspor (Besi-Baja) dan satu pasar utama (Tiongkok).
- Lesunya impor bahan baku menunjukkan potensi penurunan aktivitas industri dalam negeri.
- Diversifikasi produk dan pasar ekspor masih menjadi pekerjaan rumah yang belum terjawab.
Pemerintah daerah didorong untuk memperkuat hilirisasi industri, meningkatkan daya saing komoditas alternatif, serta menjajaki pasar ekspor non-tradisional guna menciptakan struktur perdagangan yang lebih berdaya tahan.
Publik akan terus memantau perkembangan sektor perdagangan Sultra dan mendorong diskusi publik berbasis data resmi untuk mendorong kebijakan ekonomi yang lebih responsif dan berkelanjutan. (bar)