Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara tahun anggaran 2024 membuka fakta penting: defisit anggaran riil mencapai Rp777 miliar.
Catatan ini tidak datang dari lawan politik, tapi dari lembaga auditor negara yang kredibel. Dan meski Pemerintah Provinsi kembali meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), masyarakat harus paham bahwa WTP tidak berarti tanpa masalah.
Yang menarik, tahun anggaran 2024 adalah periode sebelum Gubernur Mayjen TNI (Purn) Andi Sumangerukka (ASR) resmi menjabat. Maka, defisit ini bisa disebut sebagai “warisan fiskal” dari pemerintahan sebelumnya—yang kini menjadi beban tanggung jawab dan uji kepemimpinan ASR.
Apa Sebenarnya yang Terjadi?
BPK mencatat bahwa total kewajiban jangka pendek Pemprov Sultra per 31 Desember 2024 mencapai Rp757 miliar, sedangkan kas dan aset lancar tidak mencukupi untuk membayarnya. Bahkan jika dihitung tanpa memperhitungkan SiLPA, maka posisi defisit riil mencapai Rp777 miliar.
Kewajiban tersebut termasuk utang pokok pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp383 miliar dan berbagai tagihan pihak ketiga seperti kontraktor dan penyedia jasa lainnya.
Dengan kata lain, APBD tahun 2024 ditutup dengan utang yang harus dibayar oleh pemerintahan baru. Ini situasi yang mirip dengan “rumah mewah yang diserahkan dengan cicilan menumpuk.”
Mengapa Ini Penting?
Masyarakat perlu tahu bahwa defisit anggaran bukan sekadar soal teknis pembukuan, tapi menyangkut hak rakyat atas layanan publik yang bisa terhambat. Proyek infrastruktur bisa mangkrak, pembayaran ke pihak ketiga bisa tertunda, hingga program prioritas bisa gagal dieksekusi.
Di sinilah letak tantangan pemerintahan ASR. Ia masuk ke medan fiskal yang sudah terkikis, namun publik menaruh harapan tinggi padanya untuk membenahi tata kelola keuangan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Apa yang Bisa Dilakukan?
ASR dan jajarannya kini perlu:
- Melakukan audit internal dan pemetaan ulang APBD 2025, agar belanja lebih fokus dan efisien.
- Merestrukturisasi pinjaman dan kewajiban jangka pendek, termasuk negosiasi pelunasan bertahap dengan PT SMI dan rekanan.
- Mempercepat perolehan dan optimalisasi PAD, melalui sektor unggulan seperti tambang, perikanan, dan pariwisata berbasis rakyat.
- Menuntut transparansi penggunaan DAK dan dana transfer pusat, agar tidak salah kelola seperti sebelumnya.
- Mengomunikasikan ke publik secara terbuka, bahwa defisit ini bukan “produk” ASR, namun kini menjadi tanggung jawab bersama untuk diselesaikan.
Bangun dari Luka Lama
Mewarisi defisit tentu bukan hal yang diinginkan. Namun, seorang pemimpin besar tak hanya berjalan di jalan yang mulus. Ia diuji saat harus menutup lubang yang ditinggalkan pendahulunya.
ASR punya peluang emas untuk membuktikan bahwa Sultra bisa bangkit, dengan tata kelola yang lebih bersih dan anggaran yang berpihak pada rakyat.
#editorial