Oleh : Sabaruddin Hasan – Direktur Pilar Sultra
PILARSULTRA.COM, Opini — Tahun Baru Islam, 1 Muharram 1447 Hijriah yang jatuh pada Jumat 27 Juni 2025, akan kembali hadir membawa nuansa spiritual yang khas. Tidak sekadar penanda pergantian waktu dalam kalender Hijriah, momen ini sesungguhnya menjadi ruang kontemplatif bagi umat Islam untuk melakukan refleksi, koreksi, dan proyeksi terhadap perjalanan hidup — baik sebagai individu, masyarakat, maupun sebagai bangsa.
Refleksi: Kembali Menengok Jejak Langkah
Hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah yang menjadi tonggak penetapan kalender Hijriah bukan sekadar peristiwa fisik, tetapi transformasi total dari ketertindasan menuju kebebasan, dari kegelapan menuju cahaya peradaban. Peristiwa tersebut menegaskan pentingnya niat dan perjuangan dalam membangun tatanan kehidupan yang lebih bermartabat.
Momentum 1 Muharram hendaknya menjadi ajakan untuk melihat kembali perjalanan kita selama setahun ke belakang. Apa yang telah kita lakukan untuk diri sendiri, keluarga, umat, dan bangsa? Apakah waktu yang berlalu diisi dengan amal yang memberi manfaat, atau justru berlalu sia-sia?
Koreksi: Menyadari Keterbatasan dan Kekeliruan
Refleksi tanpa koreksi hanyalah nostalgia. Oleh karena itu, tahun baru Islam juga menjadi momen untuk berani mengakui kekurangan, memperbaiki kesalahan, dan menata ulang arah hidup. Baik dalam aspek pribadi — seperti ibadah, akhlak, manajemen waktu — maupun dalam lingkup sosial, seperti kepekaan terhadap sesama, peran dalam masyarakat, hingga kontribusi dalam pembangunan daerah.
Bagi para pemimpin, ini saat yang tepat untuk mengevaluasi kebijakan. Bagi para pelajar dan generasi muda, ini saat terbaik untuk menyusun kembali cita dan semangat. Bagi siapa saja yang merasa jalan hidupnya kian menjauh dari nilai-nilai Islam, 1 Muharram adalah pintu taubat dan kebangkitan.
Proyeksi: Menatap Masa Depan dengan Harapan dan Perencanaan
Tahun baru identik dengan harapan dan rencana. Dalam perspektif Islam, perencanaan adalah bagian dari iman — sebab tidak ada perjuangan tanpa strategi. Di tengah dinamika zaman, umat Islam harus mampu memproyeksikan masa depan dengan visi keumatan yang jelas: membangun pribadi yang berintegritas, masyarakat yang harmonis, dan bangsa yang berkeadilan.
Hijrah hari ini tidak lagi dalam bentuk berpindah kota, tetapi berpindah dari kebiasaan buruk ke perilaku baik, dari kejumudan ke produktivitas, dari pesimisme menuju optimisme yang rasional. Maka, 1 Muharram menjadi titik awal hijrah spiritual, moral, dan sosial.
Tahun Baru Islam bukan sekadar seremoni tahunan atau tradisi semata. Ia adalah ruang hening dalam jiwa yang mengajak kita semua untuk merenung, membenahi, dan merancang kehidupan dengan lebih baik. Maka mari sambut 1 Muharram 1447 H dengan semangat hijrah, dengan kesadaran mendalam bahwa waktu adalah amanah — dan kita akan dimintai pertanggungjawaban atasnya.
Semoga tahun baru ini menjadi awal yang penuh berkah, perubahan, dan kemajuan untuk pribadi, umat, dan bangsa Indonesia.