Oleh : Sabaruddin Hasan – Direktur Media Pilar Sultra

Sulawesi Tenggara dikenal sebagai salah satu daerah kaya sumber daya alam, khususnya di sektor pertambangan. Namun, ironisnya, potensi kekayaan ini belum sepenuhnya memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal. Multiplier effect yang diharapkan dari aktivitas pertambangan justru tampak berjalan stagnan, bahkan dalam beberapa hal menimbulkan ketimpangan baru.
Kegiatan pertambangan seyogianya tidak berhenti pada eksploitasi dan ekspor mineral mentah semata. Ia harus menjadi lokomotif bagi tumbuhnya sektor-sektor lain seperti transportasi, perdagangan, perbankan, jasa konstruksi, serta usaha kecil dan menengah (UKM). Dalam beberapa studi pembangunan daerah, efek ganda (multiplier effect) ini menjadi indikator penting apakah sebuah industri benar-benar berkontribusi terhadap pertumbuhan inklusif atau tidak.
Sayangnya, di Sulawesi Tenggara, manfaat tersebut masih belum dirasakan secara luas. Banyak masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan tambang masih hidup dalam keterbatasan akses ekonomi, pendidikan, hingga kesehatan. Ketimpangan ini menunjukkan bahwa kegiatan pertambangan masih berorientasi ekstraktif dan belum menyentuh aspek hilirisasi sosial dan ekonomi.
Pernyataan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sulawesi Tenggara, Ir. Andi Azis, M.Si, patut menjadi perhatian. Beliau menegaskan bahwa kegiatan pertambangan harus menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi sektor lainnya, dan semua pihak harus terlibat untuk mewujudkannya. Pandangan ini sejalan dengan semangat pembangunan berkelanjutan yang mengedepankan keadilan sosial dan inklusi ekonomi.
Dalam konteks ini, pengusaha tambang harus mengubah paradigma dari sekadar pencari keuntungan menjadi agen pembangunan. Melibatkan masyarakat lokal dalam rantai pasok, memberikan pelatihan keterampilan, serta menumbuhkan kemitraan dengan pelaku usaha lokal merupakan langkah-langkah konkret yang harus ditempuh.
Di sisi lain, pemerintah daerah memiliki peran strategis dalam memastikan regulasi, insentif, dan pengawasan berjalan seimbang. Pemerintah harus mendorong investasi yang bertanggung jawab dan berbasis pada kepentingan jangka panjang masyarakat. Penguatan peran BUMD, optimalisasi pajak dan retribusi daerah dari sektor tambang, serta pelaksanaan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang terukur, menjadi instrumen penting.
Sulawesi Tenggara memiliki peluang besar untuk menjadi episentrum pertumbuhan ekonomi kawasan timur Indonesia. Namun peluang itu hanya bisa diwujudkan apabila efek ganda dari pertambangan benar-benar dioptimalkan melalui kolaborasi semua pihak: pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat.
Kini saatnya bertransformasi. Pertambangan tidak boleh lagi menjadi simbol kekayaan yang timpang, tetapi harus menjadi jembatan menuju kesejahteraan yang merata.