PILARSULTRA.COM — Nilai rupiah semakin tak berharga di dunia internasional, terhantam berbagai pergolakan ekonomi global ketika fundamental dan sentimen domestik tak cukup kuat memberikan sokongan.Â
Rupiah bukan cuma tersungkur di hadapan dolar Amerika Serikat (AS), yang sampai detik ini masih menjadi mata uang utama perdagangan global. Di tengah turbulensi pasar yang kian tajam akibat perang dagang yang memanas, nilai rupiah di hadapan mata uang negara lain juga semakin lemah.
Mengacu data Bloomberg, nilai rupiah terhadap euro, misalnya, menyentuh level terlemah sepanjang sejarah di pasar spot, sehari setelah keputusan tarif Presiden AS Donald Trump memantik tsunami di pasar global.
Nilai rupiah merosot hingga € 1 kini setara dengan Rp18.432. Itu menjadi nilai terlemah rupiah terhadap euro sepanjang data yang tercatat oleh Bloomberg, dalam hampir empat dekade terakhir.
Pada penutupan perdagangan Jumat kemarin, kurs rupiah terhadap euro sedikit terangkat menjadi Rp18.315/€, di mana level itu juga masih jauh lebih lemah dibandingkan ketika resesi ekonomi pecah akibat pandemi lima tahun lalu. Atau, ketika krisis finansial global melanda dunia pada 2008 silam.
Selama lebih dari tiga bulan tahun ini, nilai rupiah terhadap mata uang yang berlaku di 20 negara anggota Uni Eropa itu telah melemah 9%Â year-to-date.
Rupiah juga makin tak berharga di Britania Raya. Sama halnya dengan euro, sehari setelah vonis tarif Trump diumumkan di Rose Garden, satu poundsterling ambles ke level terendah sepanjang masa di Rp21.948/£. Sepanjang tahun ini, rupiah sudah melemah hingga 6,9% year-to-date terhadap sterling.
Level poundsterling itu menjadi yang termahal kursnya terhadap rupiah dibandingkan dengan mata uang utama lain, seperti dolar AS, euro, franc Swiss juga dolar Singapura.
Sementara terhadap dolar AS, di pasar offshore pada Jumat kemarin, kontrak NonDeliverable Forward (NDF) 1 bulan, rupiah sudah menyentuh Rp17.023/US$, terlemah sejak 1 April 2020 ketika pandemi mematikan perekonomian di semua negara.
Beban utang luar negeri
Nilai rupiah yang makin tak berharga di hadapan mata uang negara lain tidak bisa diabaikan begitu saja. Rupiah yang terus melemah dalam perdagangan internasional, mempengaruhi pula kenaikan beban Utang Luar Negeri (ULN).
Mengacu data statistik ULN terakhir yang dilansir oleh Bank Indonesia, posisi utang luar negeri RI sampai akhir Januari 2025, adalah sebesar US$ 427,5 miliar. Dengan kurs JISDOR Bank Indonesia terakhir ada di Rp16.566/US$, posisi ULN itu mencapai Rp7.081,96 triliun.
Posisi ULN per akhir Januari itu naik 5,1% dibanding Januari 2024, salah satunya terimbas oleh pelemahan kurs terhadap mayoritas mata uang dunia terutama dolar AS. Selama Januari lalu, rupiah melemah 1,21% terhadap dolar AS. Sementara terhadap euro, rupiah melemah 0,73% pada periode yang sama.
Naik turun kurs rupiah terhadap mata uang utama dunia, tentu mempengaruhi posisi ULN. Nilai utang Indonesia dalam dolar AS sejauh ini menjadi yang paling besar, nilainya mencapai US$ 270,59 miliar atau 63,3% dari total nilai utang luar negeri RI.
Sedangkan dalam euro, nilainya mencapai US$ 30,66 miliar, setara dengan 7,17% nilai ULN Indonesia sampai akhir Januari. Selanjutnya, utang dalam denominasi yen Jepang, menjadi yang ketiga terbesar dengan nilai mencapai US$ 20,06 miliar, setara 4,7% dari total ULN.
Adapun dalam mata uang Tiongkok, yuan renminbi, nilai kewajiban RI mencapai US$ 10,39 miliar, sekitar 2,43% dari total utang luar negeri.
Intervensi BI
Bank Indonesia dalam pernyataan terbaru yang dirilis pada hari ini, menyatakan, otoritas berkomitmen untuk melakukan intervensi di pasar domestik guna mendukung stabilitas rupiah di tengah volatilitas pasar global yang meningkat sejurus dengan memanasnya perang dagang.
BI akan tetap menempuh strategi yang selama ini sudah dilakukan yakni apa yang disebut dengan istilah triple intervention. Yaitu, mengintervensi pasar valas spot, pasar NDF domestik serta pasar surat utang negara.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso, akhir pekan ini, dilansir dari Bloomberg News.
Bank Indonesia akan memastikan likuiditas valas memadai untuk memenuhi kebutuhan perbankan dan bisnis serta untuk menjaga kepercayaan pasar.
Posisi cadangan devisa RI sampai akhir Februari mencapai US$ 154,5 miliar. Nilai itu merosot US$ 1,6 miliar dibandingkan posisi Januari. Penurunan nilai cadev RI terutama karena kebutuhan bank sentral mengintervensi pasar. Selama Februari, rupiah terbenam nilainya hingga 1,7%, terburuk di Asia.
Pasar keuangan RI baru akan dibuka pada 8 April setelah libur panjang Lebaran. Gejolak pasar global yang terjadi sepekan ini karena perang tarif kemungkinan akan menerpa pasar domestik begitu dibuka pada Selasa pekan depan.
Sebagai gambaran, indeks MSCI Asia Pasifik telah ambles 4,5% pekan lalu, penurunan mingguan terburuk dalam setahun terakhir. Sedangkan indeks mata uang regional anjlok ke level terendah dalam sebulan.
Sumber : Bloombergtechnoz