PILARSULTRA.COM — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan pemerintah telah menyepakati 21 proyek hilirisasi tahap pertama dengan total investasi mencapai US$40 miliar atau sekitar Rp659,2 triliun yang akan dibiayai oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).
Bahlil mengungkapkan proyek-proyek ini mencakup berbagai sektor strategis, termasuk minyak dan gas bumi (migas), pertambangan, pertanian, hingga kelautan.
“Untuk 2025 yang tadi kami paparkan kurang lebih sekitar 21 proyek pada tahap pertama yang total investasinya kurang lebih sekitar US$40 miliar dan tadi kita sudah melakukan pembahasan secara detail termasuk di dalamnya adalah nama-nama proyek investasi apa saja yang akan kita lakukan,” kata Bahlil seusai rapat dengan Presiden Prabowo di Istana Negara, dikutip Selasa (4/3/2025).
Minyak dan Batu Bara
Bahlil menjelaskan salah satu proyek utama yang akan digarap yakni pembangunan storage atau penyimpanan minyak di Pulau Nipa guna meningkatkan ketahanan energi nasional. Penyimpanan minyak ini ditargetkan dapat memenuhi kebutuhan nasional selama 30 hari sesuai dengan amanat Peraturan Presiden.
Selain itu, pemerintah juga akan membangun refinery atau kilang minyak berkapasitas 500.000 barel per hari yang akan menjadi salah satu fasilitas pengolahan minyak terbesar di Tanah Air. Proyek ini bertujuan untuk memastikan pasokan energi dalam negeri lebih stabil dan mengurangi ketergantungan impor.
Di sektor gasifikasi batu bara, pemerintah menargetkan pengembangan produksi dimethyl ether (DME) sebagai substitusi impor gas minyak cair atau liquefied petroleum gas (LPG).
Menurut Bahlil, proyek DME kali ini akan dijalankan dengan pendekatan berbeda, yakni mengandalkan sumber daya dalam negeri tanpa ketergantungan pada investor asing.
“Sekarang kita tidak butuh investor negara semua lewat kebijakan Bapak Presiden dengan memanfaatkan resource dalam negeri. [Hal] yang kita butuh dari mereka adalah teknologinya, yang kita butuh uangnya capex-nya semua dari pemerintah dan dari swasta nasional, kemudian bahan bakunya dari kita, dan off taker-nya pun dari kita,” jelas Bahlil.
Bahlil menyebutkan bahwa proyek DME akan dikembangkan secara paralel di Sumatra Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan.
Selain DME, pemerintah juga akan meningkatkan nilai tambah di sektor pertambangan, seperti tembaga, nikel, dan bauksit hingga menjadi alumina. Sektor perikanan, pertanian, dan kehutanan pun turut menjadi bagian dari prioritas hilirisasi.
Prabowo bahkan telah menetapkan 26 sektor komoditas sebagai prioritas hilirisasi nasional, mencakup mineral, minyak dan gas, perikanan, pertanian, perkebunan, serta kehutanan. Selain memperkuat ketahanan energi dan industri nasional, hilirisasi ini juga diproyeksikan menciptakan banyak lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia.
“Pasti ini akan menciptakan banyak lapangan pekerjaan. Cukup banyak angka-angkanya nanti kita akan umumkan pada kesempatan yang lain, tetapi yang jelas kita blending antara padat karya dan padat teknologi,” tuturnya.
“[Hal] yang jelas, tujuan investasi itu kan dalam rangka menciptakan lapangan pekerjaan yang berkualitas, menciptakan nilai tambah dan meningkatkan pendapatan negara serta pertumbuhan ekonomi nasional kita.”
Sekadar catatan, pemerintah telah memetakan sebanyak 28 komoditas untuk dipacu hilirisasinya, guna mendatangkan potensi pendapatan negara dari investasi senilai US$618,1 miliar (sekira Rp9,79 kuadriliun) setidaknya sampai dengan 2040.
Dari 28 komoditas itu, fokus hilirisasi pemerintah dalam 5 tahun ke depan mencakup batu bara hingga rumput laut.
Selain investasi, hilirisasi 28 komoditas itu digadang-gadang bisa mendatangkan devisa ekspor US$857,9 miliar (sekitar Rp13,59 kuadriliun), produk domestik bruto (PDB) US$235,9 miliar (sekitar Rp3,73 kuadriliun), serta serapan tenaga kerja sebanyak 3,01 juta orang. Bila dikelola dengan baik, pemerintah memproyeksikan potensinya bisa mencapai Rp9.000 triliun. (Bloombergtechnoz/ps)