PILARSULTRA.COM — Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) menolak permohonan praperadilan yang diajukan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (Sekjen PDIP) Hasto Kristiyanto. Putusan ini sekaligus mengukuhkan keabsahan status tersangka Hasto dalam dua kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Menyatakan permohonan praperadilan termohon tidak dapat diterima,” kata Hakim Tunggal Djuyamto dalam persidangan, Kamis (13/2/2025).
Hakim menilai bahwa permohonan praperadilan yang diajukan kuasa hukum Hasto tersebut kabur atau tidak jelas. Padahal, kuasa hukum Hasto berisi sejumlah advokat dengan nama tenar seperti Todung Mulya Lubis, Maqdir Ismail, Patra Zen, dan Ronny Talapessy.
“Demikian putusan sudah diambil maka persidangan dalam praperdilan nomor lima atas nama Hasto Kristiyanto dinyatakan selesai dan ditutup,” kata Djuyamto.
Dalam salah satu pertimbangannya, Djuyamto menilai bahwa Hasto seharusnya mengajukan dua permohonan praperadilan, bukan dalam satu permohonan praperadilan.
“Menimbang dengan demikian permohonan pemohon yang menggabungkan sah tidaknya dua surat perintah penyidikan atau sah tidaknya penetapan tersangka dalam satu permohonan haruslah dinyatakan tidak memenuhi syarat formil permohonan praperadilan,” kata dia.
Permohonan praperadilan tersebut diajukan Hasto pada Jumat (10/1/2025). Gugatan praperadilan kepada KPK tersebut telah teregistrasi pada nomor perkara No 5/Pid.Pra/2025/PN.Jkt.Sel.
KPK sendiri pada beberapa waktu lalu menyatakan bahwa penyidik siap menghadapi seluruh proses praperadilan, termasuk tengah memenuhi persyaratan administrasi yang diperlukan.
Seperti diketahui Hasto ditetapkan sebagai tersangka atas dua kasus korupsi. Hasto disangka turut terlibat dalam penyuapan dalam penetapan pergantian antarwaktu anggota DPR 2019-2024. Dalam kasus ini, dia diduga berperan dalam pemberian suap kepada anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan untuk menyetujui pergantian kader PDIP yang meninggal dunia Nazaruddin Kiemas.
Hasto juga disebut terlibat aktif dalam upaya pelarian diri dan persembunyian tersangka dan buron kasus suap Wahyu Setiawan, Harun Masiku. Hal ini dituduh melanggar Pasal 21 Undang Undang Tipikor atau peringatan penyidikan. (bloombergtechnoz/ps)