PILARSULTRA.COM — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan pemerintah membutuhkan investasi senilai US$14 miliar (atau setara Rp226,2 triliun asumsi kurs saat ini) untuk memenuhi kebutuhan listrik smelter Sulawesi hingga 2030.
Investasi tersebut meliputi US$10,7 miliar untuk pembangkit, US$2,3 miliar untuk transmisi, dan US$1 miliar gardu induk.
Sekadar catatan, kebutuhan listrik terbesar di Sulawesi adalah untuk kebutuhan listrik smelter hingga 2030 yang mencapai 11.139 megawatt (MW), dengan perincian 1.000 MW pada 2024, 2.763 MW pada 2027, dan 7.376 MW pada 2030.
“Kebutuhan untuk pabrik pemurnian [smelter] saat ini mencapai 20 gigawatt [GW] dan dipenuhi melalui pembangkit listrik tenaga uap [PLTU]. Nah kita akan mengupayakan penyediaan energi bersih untuk ini dan juga sebagai bagian dari transisi energi,” ujar Arifin dalam siaran pers, dikutip Selasa (6/8/2024).
Menurut Arifin, smelter merupakan industri yang membutuhkan energi besar. Bahkan, di Sulawesi sendiri, suatu area smelter yang hanya 4.500 hektare membutuhkan energi listrik hampir mencapai 7 GW.
Dengan demikian, Arifin mengatakan, pemerintah berencana untuk menurunkan pasokan listrik yang sebelumnya berasal dari batu bara menjadi gas.
“Kita akan menurunkan persentase pasokan listrik untuk smelter ini, yang sebelumnya menggunakan batu bara kita alihkan dengan menggunakan gas,” jelas Arifin.
Arifin mengatakan, alokasi gas akan didapatkan dalam waktu yang tidak terlalu lama, dengan berakhirnya kontrak gas bumi Donggi Senoro pada 2027 sebesar 337 MMSCF dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga uap dan gas (PLTGU) wellhead baru dengan kapasitas 1.800 MW.
Terdapat juga sebagian potensi gas bumi melalui gas pipa dari Lapangan ENI Muara Bakau di Selat Makassar, antara Kalimantan–Sulawesi, sebesar 500 MMSCFD yang juga dapat dimanfaatkan untuk membangun PLTGU baru di Palu dengan kapasitas 2.650 MW.
Listrik dari kedua PLTGU kemudian disalurkan melalui transmisi 500 kV untuk menyuplai smelter klaster Huadi di Sulawesi Selatan, Pomala-Ceria (Poci) dan Konawe-Morowali (Kemo) di Sulawesi Tenggara.
“Jadi, kita rencana gas yang dari sini [Kalimantan], mudah-mudahan, Selat Makassar, itu kita tarik pipa, ke Palu. Di sini kita bikin pembangkit gas [Sulawesi], baru tarik transmisi. Di sini juga ada LNG. Berakhirnya kontrak gas bumi Donggi Senoro 2027 selama ini LNG-nya diekspor terus, keluar negeri. Kita minta nanti untuk domestik. Dari sini kita tarik lagi. Dari sini, nanti kita bangun pembangkit gas. Tarik jaringan lagi sehingga ini bisa mendukung carbon reduction program di industri-industri smelter,” pungkas Arifin. (Bloombergtechnoz/sab)