“Menyangkut satgas, satgas itu melekat pada jabatan menteri investasi. Begitu saya sudah pindah skrg ke Kementerian ESDMM, ketua satgasnya tetap menteri invevstasi yaitu Pak Rosan. Namun, karena di satgas itu menteri ESDM juga sebagai wakil ketua, pasti kami koordinasi dan sifat pengambilan keputusannya kan kolektif kolegial.”
Dia juga mengatakan akan berkoordinasi dengan mantan Menteri ESDM Arifin Tasrif terkait dengan pekerjaan rumah yang perlu diprioritaskan untuk segera dituntaskan dalam sisa masa jabatannya.
“Habis ini saya pasti akan komunikasi sama Pak Arifin, karena saya sama beliau kan hubungan abang-adek. Komunikasi kami sangat baik sekali. Jadi pasti yang sudah bagus saya akan lanjutkan, kemudian saya akan tanyakan apa-apa yang menjadi PR yang harus saya selesaikan. Jadi bukan berarti ada pejabat baru masuk, kemudian merombak kebijakan. Enggak boleh; yang sudah bagus kita lanjutkan, yang belum bagus ya kita sempurnakan bareng-bareng,” tuturnya.
Sekadar catatan, pembentukan ‘Satgas Tambang’ tersebut mengacu pada Peraturan Presiden No. 70/2023 tentang Pengalokasian Lahan bagi Penataan Investasi.
Sepanjang 2022, menurut catatan Bloomberg Technoz, pemerintah melalui Kementerian Investasi/BKPM di bawah Bahlil setidaknya telah mencabut 2.078 IUP, yang terdiri dari 1.776 IUP perusahaan tambang mineral dan 302 IUP perusahaan tambang batu bara.
Secara total, luas wilayah lahan yang dicabut izinnya itu mencapai sekitar 3,2 juta hektare (ha) yang tersebar di seluruh Indonesia.
Musabab pencabutan IUP tersebut dikarenakan para pemegang IUP itu tidak pernah menyampaikan rencana kerjanya, padahal izin sudah bertahun-tahun diberikan.
Bahlil, yang juga mantan Ketua Umum Hipmi periode 2015—2019, sebelumnya juga dikabarkan memang sudah lama memiliki bisnis pertambangan nikel melalui PT Meta Mineral Pradana.
Menurut laporan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), perusahaan tersebut menggenggam dua izin usaha pertambangan (IUP) nikel di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara dengan luas masing-masing 470 hektare dan 165,5 hektare.
“Pemegang saham perusahaan ini, antara lain PT Rifa Capital sebesar 10% dan PT Bersama Papua Unggul sebesar 90%. Kedua perusahaan ini milik Bahlil,” tulis JATAM dalam laporannya, Mei.
Selain itu, Jatam menyebutkan bahwa PT Rifa Capital milik Bahlil santer diberitakan mengeksplorasi 39.000 hektare tambang batu bara di Fakfak, Papua Barat dan 11.000 hektare tambang nikel di Halmahera.